Ahmad Dhani Ungkap Daftar Komposer Penerima Royalti Langsung, Sentil Peran Negara?

Ahmad Dhani Ungkap Daftar Komposer Penerima Royalti Langsung, Sentil Peran Negara?

Ahmad Dhani, musisi dan tokoh penting dalam dunia musik Indonesia, baru-baru ini memicu perdebatan hangat terkait sistem royalti bagi para komposer. Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, Dhani mempublikasikan daftar anggota Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) yang telah menerima direct license, atau lisensi langsung. Unggahan ini, yang dipantau oleh tim kami pada Kamis, 3 April 2025, sontak menarik perhatian publik dan memunculkan berbagai spekulasi.

Dalam daftar yang dibagikan, terlihat sebelas nama komposer ternama yang telah merasakan manfaat dari sistem direct license. Praktik ini memungkinkan komposer untuk menerima royalti secara langsung dari penyanyi atau pihak yang membawakan karya mereka, tanpa melalui perantara lembaga kolektif manajemen (LCM) seperti biasanya. Hal ini tentu menjadi angin segar bagi para pencipta lagu, yang selama ini kerap mengeluhkan transparansi dan efisiensi sistem royalti yang berlaku.

Beberapa nama yang tercantum dalam daftar tersebut antara lain:

  • Piyu: Ketua Umum AKSI, menerima direct license dari Ari Lasso.
  • Badai: Menerima direct license dari Kerispatih.
  • Ari Bias: Menerima direct license dari Kris Dayanti dan Reza Artamevia.
  • Rieka Roslan: Menerima direct license dari Kris Dayanti.
  • Denny Chasmala: Menerima direct license dari Kris Dayanti dan Reza Artamevia.
  • Ahmad Dhani: Menerima direct license dari Ari Lasso dan Reza Artamevia.
  • Ade Govinda: Menerima direct license dari Astrid.
  • Ayi: Menerima direct license dari Ecoutez.
  • Ricky FM: Menerima direct license dari Ari Lasso dan Sanny (eks Five Minutes).
  • Bimo Sulaksono: Menerima direct license dari Mulan Jameela.
  • Anji: Menerima direct license dari Freddy.

Keberadaan daftar ini memvalidasi bahwa sistem direct license semakin populer dan diimplementasikan di industri musik Indonesia. Hal ini memberikan harapan baru bagi para komposer untuk mendapatkan kompensasi yang lebih adil atas karya-karya mereka.

Namun, yang menarik perhatian adalah pernyataan Dhani yang menyertai unggahan tersebut. Dengan nada tegas, ia menyatakan bahwa negara tidak seharusnya ikut campur dalam urusan properti komposer. "NEGARA TIDAK BOLEH NGATUR PROPERTI KOMPOSER. Sampe di sini paham ya? Awas GEROMBOLAN PROBLEM WITH LOGIC," tulis Dhani dalam caption unggahannya.

Pernyataan ini memicu spekulasi bahwa Dhani mengkritik potensi intervensi pemerintah dalam pengelolaan royalti komposer. Ia tampaknya ingin menegaskan bahwa hak atas karya cipta sepenuhnya berada di tangan komposer, dan mereka memiliki kebebasan untuk menentukan bagaimana karya mereka dikelola dan dikomersialisasikan. Pandangan ini tentu menimbulkan pro dan kontra di kalangan pelaku industri musik dan pengamat hukum.

Sistem direct license sendiri memang memberikan otonomi lebih besar kepada komposer. Mereka dapat bernegosiasi secara langsung dengan pengguna karya mereka, menentukan tarif royalti yang sesuai, dan memastikan bahwa hak-hak mereka terlindungi. Namun, sistem ini juga memiliki tantangan tersendiri, seperti potensi terjadinya sengketa dan kesulitan dalam mengawasi penggunaan karya secara luas.

Perdebatan mengenai peran negara dalam pengelolaan royalti komposer bukanlah hal baru. Beberapa pihak berpendapat bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi hak cipta dan memastikan bahwa komposer mendapatkan kompensasi yang adil. Di sisi lain, ada yang beranggapan bahwa intervensi negara justru dapat menghambat kreativitas dan inovasi dalam industri musik.

Unggahan Ahmad Dhani ini menjadi momentum penting untuk membuka kembali diskusi mengenai sistem royalti yang ideal bagi Indonesia. Perlu adanya keseimbangan antara perlindungan hak cipta komposer, kemudahan akses bagi pengguna karya, dan peran negara dalam menciptakan ekosistem musik yang sehat dan berkelanjutan. Bagaimana menurut Anda?