Kebijakan Tarif Impor China Era Trump Diprotes: Gugatan Hukum Menguji Batas Kewenangan Presiden AS
Kebijakan Tarif Impor China Era Trump Diprotes: Gugatan Hukum Menguji Batas Kewenangan Presiden AS
Kebijakan tarif impor terhadap produk-produk China yang diterapkan oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menjadi sorotan. Sebuah gugatan hukum telah diajukan oleh New Civil Liberties Alliance (NCLA), sebuah kelompok hukum konservatif, dengan tujuan untuk memblokir implementasi tarif impor tersebut. Gugatan ini menantang dasar hukum dan kewenangan yang digunakan oleh Trump dalam memberlakukan kebijakan yang berdampak signifikan terhadap perdagangan antara Amerika Serikat dan China.
Gugatan yang diajukan di pengadilan federal Florida ini menuduh bahwa Trump telah melampaui batas kewenangannya sebagai presiden dalam mengenakan tarif impor secara sepihak. NCLA berpendapat bahwa Trump tidak memiliki landasan hukum yang kuat untuk memberlakukan tarif yang luas, termasuk bea yang disahkan pada tanggal 1 Februari berdasarkan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA).
"Dengan menggunakan kewenangan darurat untuk memberlakukan tarif impor dari China tanpa persetujuan legislatif, Presiden Trump telah menyalahgunakan kekuasaan, mengambil alih wewenang Kongres dalam menetapkan tarif, dan mengganggu prinsip pemisahan kekuasaan dalam Konstitusi," kata Andrew Morris, penasihat litigasi senior NCLA.
NCLA bertindak mewakili Simplified, sebuah perusahaan ritel yang berbasis di Florida yang bergerak di bidang produk manajemen rumah. Perusahaan ini secara langsung terkena dampak dari tarif impor yang lebih tinggi yang dikenakan pada produk-produk China.
Gugatan tersebut menyoroti beberapa poin penting:
- Kewenangan Presiden Terbatas: NCLA berpendapat bahwa presiden hanya dapat mengenakan tarif dengan izin dari Kongres dan berdasarkan undang-undang perdagangan yang menetapkan mekanisme dan kondisi yang jelas.
- Prosedur yang Tidak Dipenuhi: Undang-undang perdagangan mengharuskan adanya investigasi awal, temuan fakta yang terperinci, dan kesesuaian antara kewenangan hukum dan cakupan tarif. NCLA mengklaim bahwa persyaratan ini tidak dipenuhi dalam penerapan tarif oleh Trump.
- Dasar Hukum yang Tidak Tepat: Gugatan tersebut juga menyoroti bahwa undang-undang yang digunakan Trump (IEEPA) belum pernah digunakan sebelumnya dalam konteks pengenaan bea impor. Undang-undang ini seharusnya hanya digunakan untuk merespons keadaan darurat nasional.
Trump sebelumnya menetapkan keadaan darurat dengan alasan keterlibatan China dalam epidemi opioid di AS. Dia mengklaim bahwa tarif tersebut adalah alat negosiasi untuk menghentikan masuknya obat-obatan terlarang yang mematikan. Namun, NCLA berpendapat bahwa alasan ini hanyalah dalih untuk menerapkan tarif yang bertujuan mengurangi defisit perdagangan AS dan meningkatkan pendapatan pajak.
Gugatan tersebut meminta hakim untuk membatalkan tarif baru dan menghentikan penerapannya. Kasus ini kini berada di tangan Hakim Distrik AS Kent Wetherell, seorang pejabat yang ditunjuk oleh Trump. Wetherell sebelumnya telah menghentikan bagian penting dari kebijakan imigrasi Presiden Joe Biden pada tahun 2023.
Implikasi Gugatan
Gugatan ini memiliki implikasi yang signifikan bagi kebijakan perdagangan AS dan hubungan dengan China. Jika pengadilan memutuskan untuk membatalkan tarif impor tersebut, hal itu dapat membatasi kemampuan presiden untuk mengenakan tarif secara sepihak di masa depan dan dapat membuka jalan bagi negosiasi ulang perjanjian perdagangan antara AS dan China. Sebaliknya, jika pengadilan memutuskan untuk mendukung tarif tersebut, hal itu dapat memperkuat kewenangan presiden dalam kebijakan perdagangan dan dapat memicu tindakan balasan dari China.
Kasus ini akan diawasi dengan ketat oleh para pelaku bisnis, ahli hukum, dan pembuat kebijakan di kedua negara karena dapat berdampak besar pada perdagangan global dan hubungan ekonomi antara AS dan China.