Tarif Impor AS Mengancam Industri Padat Karya Indonesia: Garmen, Alas Kaki, dan Furnitur di Ujung Tanduk
Dampak Kebijakan Tarif Resiprokal Trump: Industri Padat Karya Indonesia Terancam
Kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump pada tahun 2025 lalu telah menimbulkan kekhawatiran mendalam bagi para pelaku industri di Indonesia. Kenaikan tarif impor hingga 32% dari Amerika Serikat (AS) diprediksi akan memberikan dampak signifikan terhadap kinerja ekspor nasional, terutama bagi sektor-sektor yang mengandalkan AS sebagai pasar utama.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Kamdani, mengungkapkan bahwa kebijakan ini berpotensi menurunkan permintaan ekspor Indonesia ke AS dalam jangka pendek. "Meskipun ekspor Indonesia ke AS tidak akan berhenti total dan daya saing komparatif produk ekspor Indonesia kemungkinan juga tidak berubah terlalu drastis, kami memproyeksikan penurunan demand ekspor di pasar AS dalam jangka pendek karena shock pasar terhadap inflasi yang dihasilkan dari penerapan tarif ini di pasar AS," ujarnya.
Sektor yang Paling Terpukul
Beberapa sektor industri diprediksi akan mengalami dampak paling besar akibat kebijakan ini, terutama yang memiliki pangsa pasar ekspor signifikan ke AS. Sektor-sektor tersebut antara lain:
- Garmen: Industri garmen Indonesia sangat bergantung pada pasar AS. Kenaikan tarif impor akan membuat produk garmen Indonesia kurang kompetitif dibandingkan produk dari negara lain.
- Alas Kaki: Sama seperti garmen, industri alas kaki juga memiliki pangsa pasar ekspor yang besar ke AS. Industri ini akan menghadapi tekanan berat untuk mempertahankan daya saingnya.
- Furnitur: Industri furnitur juga termasuk sektor yang rentan terhadap kebijakan tarif impor AS. Industri ini perlu mencari pasar alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada AS.
- Perikanan: Sektor perikanan juga diprediksi terkena dampak, meskipun mungkin tidak separah sektor lainnya. Diversifikasi pasar ekspor menjadi kunci untuk mengurangi dampak negatif.
Shinta menambahkan bahwa sektor-sektor ini rentan karena memiliki rantai pasok yang erat dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta kurangnya fleksibilitas untuk melakukan diversifikasi ekspor dalam waktu singkat.
Sektor yang Lebih Resilien
Namun, tidak semua sektor akan terpengaruh secara signifikan. Sektor seperti minyak kelapa sawit (CPO), biofuel, komponen produk elektronik, hingga mesin kendaraan diperkirakan lebih mampu bertahan. Hal ini disebabkan oleh fleksibilitas yang lebih tinggi dalam mengalihkan permintaan produksi ke negara lain atau karena kuatnya permintaan pasar domestik.
Strategi untuk Menghadapi Tantangan
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Novyan Bakrie, menekankan bahwa kebijakan tarif impor AS akan berdampak pada neraca pembayaran Indonesia, terutama neraca perdagangan dan arus investasi. AS merupakan salah satu pemasok valuta asing terbesar bagi Indonesia, dengan surplus perdagangan mencapai US$ 16,8 miliar pada tahun 2024.
Anindya mengusulkan beberapa langkah strategis untuk memperkuat neraca perdagangan Indonesia:
- Negosiasi Perdagangan Selektif: Melakukan negosiasi perdagangan yang lebih selektif, dengan fokus pada industri padat karya yang terdampak secara vertikal, dari hulu hingga hilir.
- Diversifikasi Pasar Ekspor: Membuka pasar-pasar baru di luar Asia Pasifik dan ASEAN, seperti Asia Tengah, Turki, Eropa, Afrika, dan Amerika Latin.
Dengan langkah-langkah strategis ini, diharapkan Indonesia dapat mengurangi dampak negatif dari kebijakan tarif impor AS dan menjaga stabilitas ekonomi nasional.