Tragedi Balon Udara Berpetasan di Tulungagung: Tujuh Orang Ditetapkan Sebagai Tersangka, Diduga Ada Perencanaan

Tujuh Tersangka Ditetapkan dalam Kasus Balon Udara Berpetasan di Tulungagung

Tulungagung, Jawa Timur – Kepolisian Resor Tulungagung telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus ledakan petasan yang terikat pada balon udara di Desa Gandong, Kecamatan Bandung. Insiden ini mengakibatkan kerusakan properti dan luka-luka pada seorang pemudik asal Bali. Dari tujuh tersangka, lima di antaranya masih di bawah umur, sementara dua lainnya adalah orang dewasa.

Kapolres Tulungagung, AKBP Mohammad Taat Resdi, mengungkapkan identitas para tersangka, yaitu AA (20), ZR (19), IRK (16), KAF (16), KFH (15), RRP (14), dan GWP (14). Seluruhnya merupakan warga Desa Ngadisuko, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek. Dua tersangka dewasa langsung ditahan, sedangkan yang di bawah umur tidak dilakukan penahanan dengan mempertimbangkan usia dan ketentuan hukum yang berlaku.

Perencanaan dan Pembuatan Petasan dari Media Sosial

Berdasarkan hasil investigasi, RRP (14) diduga menjadi otak di balik pembuatan dan pelepasan balon udara berpetasan tersebut. Ia terinspirasi dari konten di media sosial dan mengajak ZR (19) untuk merakit petasan. Para tersangka mengakui bahwa mereka secara sengaja menerbangkan balon udara yang telah diisi dengan ratusan petasan.

Nahas, saat diterbangkan, rangkaian petasan tersebut jatuh dan meledak di dekat rumah seorang warga di Dusun Bancang, Desa Gandong. Ledakan tersebut merusak rumah dan sebuah mobil milik pemudik asal Bali, Mujadi, yang juga mengalami luka-luka.

"Rangkaian petasan terdiri dari 100 buah ukuran kecil dan lima buah ukuran besar. Dari jumlah itu, 83 petasan kecil dan dua petasan besar meledak," jelas AKBP Mohammad Taat Resdi.

Produksi Mandiri dan Pendanaan Patungan

Para tersangka mengaku memproduksi sendiri balon udara berukuran sekitar 20 meter dan meracik bahan peledak yang digunakan. Bahan-bahan baku untuk pembuatan petasan dibeli secara daring dan kemudian diracik sendiri. Untuk mendanai kegiatan ini, para tersangka melakukan patungan dengan masing-masing menyumbang Rp 100 ribu, sehingga total dana terkumpul Rp 700 ribu. Dana tersebut digunakan untuk membeli bahan baku balon dan petasan.

Kegiatan produksi petasan dan balon udara ini dilakukan secara bersama-sama sejak sebelum bulan Ramadan hingga menjelang Hari Raya Idul Fitri. Balon udara dan petasan tersebut kemudian diterbangkan di area persawahan pada hari Rabu (2/4/2025).

Salah seorang tersangka, AA, mengakui bahwa pembuatan balon udara dan petasan telah menjadi agenda rutin setiap menjelang Lebaran. Ia menyebutkan bahwa total biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi barang-barang terlarang tersebut mencapai Rp 500 ribu, dengan tambahan Rp 200 ribu untuk membeli rokok.

Hukuman Berat Menanti

Setelah kejadian, AA dan rekan-rekannya sempat panik dan bersembunyi di rumah masing-masing. Namun, pada Rabu siang, mereka berhasil ditangkap oleh Satreskrim Polres Tulungagung.

AKBP Mohammad Taat Resdi menegaskan bahwa para tersangka akan dijerat dengan UU Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951 tentang bahan peledak, Pasal 421 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Tanpa Izin, serta Pasal 406 KUHP tentang perusakan barang. Ancaman hukuman maksimal untuk pelanggaran ini adalah 20 tahun penjara.

Insiden ini menjadi pengingat bagi masyarakat akan bahaya penggunaan petasan dan balon udara tanpa izin, terutama menjelang perayaan hari-hari besar. Pihak kepolisian mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan kegiatan serupa yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.