Polemik Kompensasi Sopir Angkot di Bogor: Bantuan Dipangkas, Larangan Beroperasi Picu Protes
Polemik Kompensasi Sopir Angkot di Bogor: Bantuan Dipangkas, Larangan Beroperasi Picu Protes
Bogor, Jawa Barat – Gelombang keluhan mencuat dari kalangan sopir angkutan kota (angkot) di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, terkait dugaan pemotongan dana kompensasi yang seharusnya menjadi penopang hidup mereka selama masa libur Lebaran. Bantuan ini sebelumnya dijanjikan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai pengganti potensi pendapatan yang hilang akibat kebijakan pelarangan beroperasi.
Kisah pilu ini bermula dari inisiatif Gubernur Jawa Barat saat itu, Dedi Mulyadi, yang meminta para sopir angkot untuk tidak beroperasi selama periode libur Lebaran dengan iming-iming kompensasi. Pertemuan antara Dedi Mulyadi dan para sopir angkot berlangsung di Mapolres Bogor, Kamis, 27 Maret 2025. Kala itu, bantuan diserahkan secara simbolis, memberikan harapan bagi para pengemudi yang menggantungkan hidup dari setoran harian.
Namun, harapan itu pupus seiring dengan terungkapnya dugaan praktik pemotongan dana kompensasi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Wen (56), seorang sopir angkot jurusan Cisarua, mengungkapkan bahwa ia dan rekan-rekannya menerima uang kompensasi dalam amplop yang diserahkan di kantor Pemda. Amplop tersebut seharusnya berisi Rp 1 juta, namun kenyataannya, mereka diminta untuk menyetorkan Rp 200.000 dengan dalih sebagai iuran sukarela untuk pengurus organisasi angkutan (Organda). "Katanya dipotong buat pengurus-pengurus, dimintain Rp 200.000, itu alasannya," ujar Wen dengan nada kecewa.
Senada dengan Wen, Ade (58), sopir angkot lainnya, mengamini adanya praktik pemotongan tersebut. Ia mengaku hanya menerima Rp 400.000 dari total kompensasi yang seharusnya ia terima. Pemotongan itu, menurutnya, dilakukan oleh oknum dari Dinas Perhubungan (Dishub) dan Organda. "Uangnya dicokot per-satu orang Rp 200 ribu, jadi bantuan (dari Dedi Mulyadi) itu kita nggak nerima utuh," keluh Ade. Ia menambahkan bahwa pemotongan ini tidak hanya dialaminya, tetapi juga oleh hampir semua sopir angkot lainnya.
Kondisi ini memicu protes dari kalangan sopir angkot. Mereka merasa kebijakan pelarangan beroperasi selama libur Lebaran, yang seharusnya bertujuan untuk mengurangi kemacetan, justru merugikan mereka. Apalagi, dana kompensasi yang seharusnya menjadi penopang hidup, malah dipotong oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. "Waktunya rame kok malah dicegat (diliburkan), padahal duitnya aja dipotong," ujar Ade dengan nada geram.
Sebagai bentuk protes, sebagian sopir angkot memutuskan untuk tetap beroperasi secara diam-diam di jalur Puncak Bogor. Mereka merasa bahwa momen libur Lebaran adalah ladang rezeki yang tidak bisa mereka lewatkan. Uang yang dihasilkan selama libur Lebaran bisa menghidupi keluarga mereka untuk beberapa waktu ke depan.
Menanggapi keluhan para sopir angkot, Dedi Mulyadi berjanji akan mengganti kerugian akibat ulah oknum petugas Dishub Organda. Ia juga akan membawa kasus ini ke ranah hukum agar pelaku pemotongan dana kompensasi dapat diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Daftar Keluhan Sopir Angkot:
- Pemotongan dana kompensasi sebesar Rp 200.000 per orang oleh oknum Dishub dan Organda.
- Larangan beroperasi selama libur Lebaran yang dianggap merugikan.
- Keterlambatan penyaluran dana kompensasi.
- Kurangnya sosialisasi terkait kebijakan pelarangan beroperasi.
Tanggapan Pemerintah:
- Dedi Mulyadi berjanji akan mengganti kerugian akibat pemotongan dana kompensasi.
- Kasus ini akan dibawa ke ranah hukum.
- Pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap kebijakan pelarangan beroperasi selama libur Lebaran.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan tentang efektivitas kebijakan pelarangan beroperasi selama libur Lebaran. Di satu sisi, kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi kemacetan. Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga berdampak pada mata pencaharian para sopir angkot. Pemerintah perlu mencari solusi yang terbaik agar kebijakan ini tidak merugikan masyarakat, terutama para sopir angkot yang menggantungkan hidup dari pekerjaan tersebut.
Untuk itu, diperlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap penyaluran dana kompensasi agar tidak terjadi praktik pemotongan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan sosialisasi yang lebih intensif kepada para sopir angkot terkait kebijakan pelarangan beroperasi agar mereka dapat memahami tujuan dan manfaat dari kebijakan tersebut.