Ancaman Resesi Global Meningkat Akibat Kebijakan Perdagangan Trump: Analisis INDEF
Gelombang Ketidakpastian Ekonomi Global Menerjang Akibat Kebijakan Tarif Imbal Balik AS
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memberikan proyeksi suram terkait masa depan ekonomi global. Kebijakan tarif imbal balik yang agresif dari pemerintahan Presiden Donald Trump dinilai sebagai pemicu utama ketidakstabilan yang lebih dahsyat dari dampak pandemi COVID-19.
Ekonom Senior INDEF, Tauhid Ahmad, mengungkapkan bahwa ketidakpastian ekonomi telah menghantui sejak akhir tahun lalu, bahkan melampaui dampak perang Rusia-Ukraina. Iklim investasi terhambat, perdagangan melambat, dan risiko kredit meningkat, menciptakan lingkungan ekonomi yang sangat menantang.
"Ketidakpastian ekonomi saat ini jauh lebih besar. Siapa yang berani berinvestasi besar-besaran dalam kondisi seperti ini? Para pelaku bisnis berpikir dua kali tentang daya jual produk mereka. Pemberian kredit pun dipertimbangkan matang-matang. Indeks ketidakpastian kebijakan ini sama tingginya dengan saat pandemi COVID-19," tegas Tauhid dalam diskusi daring bertajuk 'Waspada Genderang Perang Dagang'.
Kebijakan tarif AS berdampak signifikan pada lebih dari 100 mitra dagang. Negara-negara seperti China (34%), Vietnam (46%), Kamboja (49%), Taiwan (32%), Indonesia (32%), India (26%), dan Korea Selatan (25%) menghadapi beban tarif yang substansial.
Dampak Luas pada Pertumbuhan Global dan Inflasi
Akumulasi tarif ini memicu kekhawatiran mendalam. IMF memperingatkan potensi kontraksi ekonomi global yang signifikan pada tahun 2024-2025, dengan proyeksi penurunan 0,3-0,4% untuk ekonomi China, Amerika Serikat, Eropa, dan dunia secara keseluruhan. OECD juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,3% pada tahun berjalan dan 3,1% untuk tahun 2025.
Menurut Tauhid, dampak negatif tidak terbatas pada Produk Domestik Bruto (PDB). Inflasi diperkirakan akan meningkat di Amerika Serikat dan Eropa, sementara China mungkin mengalami sedikit penurunan. Kenaikan tarif impor, inflasi yang tinggi, dan kebijakan suku bunga tinggi oleh The Fed akan berdampak pada perdagangan, investasi, aliran modal, dan bahkan pariwisata Indonesia.
Proyeksi Dampak Kebijakan AS pada Pertumbuhan Negara-Negara Lain
Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, Ahmad Heri Firdaus, memproyeksikan dampak kebijakan tarif AS terhadap pertumbuhan ekonomi beberapa negara. Vietnam diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 0,85%, sementara China akan mengalami penurunan sebesar 0,61%.
"Jika Vietnam tumbuh 5%, kebijakan ini akan memangkasnya menjadi 4,16%. China juga akan mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,61%. Indonesia diperkirakan hanya akan mengalami penurunan sebesar 0,05%," jelas Ahmad.
Ketahanan Indonesia, menurut Ahmad, berasal dari diversifikasi mitra dagang, termasuk China, India, dan negara-negara ASEAN. Hal ini berbeda dengan Vietnam dan China, yang sangat bergantung pada pasar AS. Sementara itu, AS sendiri diprediksi akan mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi sebesar 0,09%.
Kebijakan tarif imbal balik yang diterapkan oleh AS menimbulkan ancaman nyata bagi stabilitas ekonomi global. Dampaknya dapat dirasakan di berbagai sektor, mulai dari perdagangan hingga investasi, dan dapat memicu gelombang ketidakpastian yang berkepanjangan.