Eskalasi Perdagangan: China Umumkan Tarif Balasan 34% Terhadap Produk AS

Tensi Perdagangan AS-China Meningkat: Beijing Ancam Tarif Balasan Signifikan

Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China kembali memanas setelah Beijing mengumumkan rencana penerapan tarif balasan sebesar 34% terhadap semua barang impor asal AS. Langkah ini merupakan respons langsung terhadap keputusan Washington memberlakukan tarif tambahan serupa terhadap produk-produk China, sehingga total tarif AS mencapai 54%.

Kementerian Keuangan China mengecam keras tindakan AS tersebut, menyebutnya sebagai langkah sepihak yang merugikan kepentingan China dan melanggar prinsip-prinsip perdagangan internasional. Dalam pernyataan resminya, kementerian tersebut mendesak AS untuk segera membatalkan tarif yang diberlakukan dan menyelesaikan sengketa perdagangan melalui dialog yang setara, saling menghormati, dan menguntungkan kedua belah pihak.

"Pengenaan tarif impor oleh AS tidak hanya akan merugikan China, tetapi juga mengancam stabilitas ekonomi global serta kelancaran rantai pasok produksi," demikian pernyataan Kementerian Keuangan China, Jumat (4/4/2025).

Selain memberlakukan tarif balasan, China juga mengambil langkah-langkah lain untuk menekan perusahaan-perusahaan AS. Sebanyak 11 perusahaan AS ditambahkan ke dalam daftar entitas yang dianggap melanggar aturan pasar atau komitmen kontraktual. Kementerian Perdagangan China juga memasukkan 16 entitas AS ke dalam daftar kendali ekspor, serta memberlakukan pembatasan ekspor terhadap tujuh jenis barang terkait tanah jarang, termasuk samarium, gadolinium, dan terbium. Langkah ini dipandang sebagai upaya China untuk memanfaatkan dominasinya dalam produksi tanah jarang sebagai senjata dalam perang dagang.

Analis menilai bahwa eskalasi ketegangan perdagangan ini dapat berdampak signifikan terhadap ekonomi global. Perang tarif yang berkepanjangan dapat mengganggu rantai pasok global, meningkatkan biaya produksi, dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Investor juga khawatir bahwa ketidakpastian perdagangan dapat menekan pasar keuangan dan menghambat investasi.

Berikut daftar tindakan balasan yang dilakukan China:

  • Pemberlakuan tarif 34% untuk semua barang impor dari AS.
  • Penambahan 11 perusahaan AS ke daftar entitas yang melanggar aturan pasar.
  • Penambahan 16 entitas AS ke daftar kendali ekspor.
  • Pembatasan ekspor terhadap tujuh jenis barang terkait tanah jarang.

Reaksi dari mitra dagang AS lainnya cenderung lebih hati-hati. Beberapa negara memilih untuk menahan diri dari tindakan balasan langsung, berharap negosiasi lebih lanjut dapat menyelesaikan sengketa perdagangan. Uni Eropa, di sisi lain, menyatakan kesiapannya untuk menanggapi tarif impor AS jika diperlukan.

Situasi ini semakin memperburuk hubungan perdagangan AS-China yang telah tegang sejak masa pemerintahan Trump. Belum ada tanda-tanda bahwa kedua negara akan segera mencapai kesepakatan untuk mengakhiri perang dagang ini.

Dampak Potensial dan Reaksi Pasar

Langkah China ini diperkirakan akan menimbulkan dampak yang luas. Perusahaan-perusahaan Amerika yang bergantung pada ekspor ke China akan terpukul, sementara konsumen China mungkin menghadapi harga yang lebih tinggi untuk produk-produk AS. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan dari negara lain mungkin melihat peluang untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh produk-produk AS di pasar China.

Pasar keuangan global diperkirakan akan bereaksi negatif terhadap eskalasi perang dagang ini. Investor cenderung menghindari aset berisiko dan beralih ke aset yang lebih aman seperti obligasi pemerintah dan emas. Volatilitas pasar kemungkinan akan meningkat seiring dengan meningkatnya ketidakpastian tentang prospek ekonomi global.

Para ekonom memperingatkan bahwa perang dagang yang berkepanjangan dapat merusak pertumbuhan ekonomi global. Tarif dan pembatasan perdagangan dapat menghambat perdagangan internasional, mengurangi investasi, dan memicu inflasi. Bank sentral di seluruh dunia mungkin perlu mengambil tindakan untuk menopang pertumbuhan ekonomi jika perang dagang berlanjut.

Upaya Diplomasi dan Negosiasi

Di tengah meningkatnya ketegangan, ada seruan untuk melanjutkan dialog dan negosiasi antara AS dan China. Beberapa pihak mendesak kedua negara untuk mencari solusi yang saling menguntungkan dan menghindari langkah-langkah yang dapat memperburuk situasi. Namun, prospek untuk mencapai kesepakatan yang komprehensif tampaknya masih jauh.

Beberapa analis percaya bahwa kedua negara mungkin akan mencapai kesepakatan sementara untuk meredakan ketegangan dan mencegah eskalasi lebih lanjut. Namun, perbedaan mendasar mengenai isu-isu seperti kekayaan intelektual, subsidi industri, dan akses pasar kemungkinan akan tetap menjadi hambatan untuk mencapai kesepakatan jangka panjang.

Perkembangan perang dagang AS-China akan terus dipantau dengan cermat oleh para pelaku pasar dan pembuat kebijakan di seluruh dunia. Dampak dari perang dagang ini dapat dirasakan di berbagai sektor ekonomi dan dapat mempengaruhi prospek pertumbuhan global.