Berkah Lebaran: Penjualan Wingko Babat Pak Lis di Semarang Melonjak Tajam
Wingko Babat Pak Lis Kebanjiran Order Saat Libur Lebaran
Momentum libur Lebaran membawa berkah tersendiri bagi para pengusaha oleh-oleh di Kota Semarang. Salah satu yang merasakan dampak positifnya adalah Wingko Babat Pak Lis, sebuah produsen wingko babat legendaris yang berlokasi di Semarang Utara.
Permintaan wingko babat melonjak drastis selama periode libur Lebaran. Suliman, pemilik usaha Wingko Babat Pak Lis, mengungkapkan bahwa penjualan hariannya mencapai 20.000 potong, meningkat dua kali lipat dibandingkan hari biasa. Lonjakan ini tentu menjadi angin segar bagi usaha yang telah dirintisnya sejak tahun 2002.
"Setiap tahun saat Lebaran pasti ada peningkatan permintaan, tahun ini meningkat dua kali lipat," ujar Suliman saat ditemui di rumah produksinya di kawasan Plombokan, Semarang Utara.
Untuk memenuhi permintaan yang tinggi, Suliman terpaksa menambah jumlah bahan baku, terutama kelapa parut muda. Jika pada hari biasa ia hanya menggunakan 50 kilogram kelapa parut, selama libur Lebaran ini ia membutuhkan hingga 200 kilogram kelapa parut per hari.
Di rumah produksi Wingko Babat Pak Lis, terlihat kesibukan yang luar biasa. Para pekerja tampak cekatan mengemas wingko babat yang baru selesai dipanggang. Setiap bungkus berisi 20 potong wingko babat. Sementara di bagian belakang, beberapa pekerja lainnya sibuk mencetak adonan dan meletakkannya di atas loyang sebelum dipanggang dalam oven manual selama 20-30 menit.
Wingko Babat Pak Lis menawarkan empat varian rasa, yaitu:
- Kelapa (original)
- Nangka
- Durian
- Cokelat
Rasa original atau kelapa tetap menjadi favorit dan paling banyak diburu oleh para pembeli. Suliman mengungkapkan bahwa ciri khas wingko babatnya adalah rasa manisnya yang pas dan teksturnya yang lembut. Ia juga menggunakan bahan-bahan berkualitas untuk menjaga cita rasa wingko babatnya.
Guna membantu memenuhi lonjakan permintaan selama libur Lebaran, Suliman menambah dua orang karyawan paruh waktu di rumah produksinya. Meski demikian, ia mengakui bahwa kenaikan permintaan tahun ini tidak sebesar Lebaran tahun lalu. Ia menduga hal ini disebabkan oleh penurunan jumlah pemudik yang datang ke Semarang.
"Lebaran tahun kemarin lebih ramai, mungkin karena tahun ini pemudiknya agak berkurang," kata pria berusia 72 tahun tersebut.
Di tengah peningkatan produksi, Suliman juga menghadapi tantangan berupa kenaikan harga bahan baku, terutama kelapa parut. Harga kelapa parut naik dari Rp 15.000 menjadi Rp 30.000 per kilogram. Kenaikan ini memaksanya untuk menaikkan harga jual kepada para tengkulak. Jika sebelumnya ia menjual Rp 15.000 per bungkus kepada tengkulak, kini ia menaikkan harga menjadi Rp 20.000. Para tengkulak kemudian menjualnya di pasaran dengan harga Rp 25.000 per bungkus.
"Harga per tas (bungkus) saya naikkan Rp 5000. Kemarin kan Rp 15.000 menjadi Rp 20.000 di tengkulak, kalau jualan harian (kepada pembeli) Rp 25.000," jelasnya.
Meski menghadapi tantangan kenaikan harga bahan baku, Suliman tetap bersyukur atas berkah Lebaran yang ia terima. Ia berharap usahanya terus berkembang dan dapat terus menyediakan oleh-oleh khas Semarang yang berkualitas bagi para pelanggan setianya.