Emas Tergelincir dari Rekor Akibat Perang Tarif AS-China dan Aksi Jual Investor

Emas Kehilangan Kilau di Tengah Kekhawatiran Resesi Global

Harga emas dunia mengalami penurunan tajam pada hari Jumat (4/4/2025), mengakhiri tren positif dan menyerahkan kembali posisi rekor tertingginya. Aksi jual yang dipicu oleh kombinasi faktor, termasuk eskalasi perang tarif antara Amerika Serikat dan China, serta kebutuhan investor untuk menutupi kerugian di pasar saham, menjadi pemicu utama penurunan tersebut.

Emas spot tercatat turun 2,9 persen, mencapai 3.024,2 dollar AS per ons, setelah sempat menyentuh level terendah sesi di 3.015,29 dollar AS. Penurunan ini menghapus keuntungan yang diraih sepanjang minggu, dengan penurunan mingguan mencapai 1,9 persen. Padahal, pada hari sebelumnya, Kamis (3/4/2025), emas sempat mencetak rekor tertinggi baru di 3.167,57 dollar AS per ons.

Kontrak berjangka emas AS juga mengalami penurunan signifikan, ditutup melemah 2,8 persen pada 3.035,40 dollar AS per ons.

Faktor Pendorong Penurunan Harga Emas

Beberapa faktor kunci berkontribusi pada penurunan harga emas:

  • Eskalasi Perang Tarif: Pengumuman China mengenai tarif tambahan sebesar 34 persen untuk semua barang asal AS, sebagai balasan atas kebijakan tarif Presiden Trump, memicu kekhawatiran akan resesi global. Ketidakpastian ekonomi ini mendorong investor untuk menjual aset safe haven seperti emas dan beralih ke uang tunai.
  • Aksi Jual untuk Menutupi Kerugian: Anjloknya pasar saham AS, dengan indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite masing-masing turun sekitar 5 persen, memaksa investor untuk menjual emas guna memenuhi panggilan margin dan menutupi kerugian di portofolio mereka.
  • Data Ketenagakerjaan AS yang Kuat: Rilis data ketenagakerjaan AS yang lebih baik dari perkiraan mengurangi ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed. Emas cenderung berkinerja lebih baik dalam lingkungan suku bunga rendah, sehingga prospek suku bunga yang lebih tinggi membebani harga emas.

Analisis dan Prospek Pasar Emas

Analis dari Standard Chartered, Suki Cooper, menjelaskan bahwa emas sering digunakan sebagai aset likuid untuk memenuhi kewajiban margin. Oleh karena itu, penjualan emas setelah peristiwa risiko besar seperti perang tarif, adalah hal yang wajar.

Namun, meskipun mengalami penurunan, harga emas masih naik sekitar 15,3 persen sepanjang tahun ini. Kenaikan ini didorong oleh pembelian besar-besaran dari bank sentral dan daya tarik emas sebagai aset lindung nilai terhadap ketidakpastian ekonomi dan geopolitik.

Matt Simpson, analis senior di City Index, berpendapat bahwa meskipun volatilitas meningkat, emas tetap menjadi tempat perlindungan aman bagi banyak investor.

Secara teknikal, harga emas spot masih bertahan di atas rata-rata pergerakan 21 harinya, yaitu 3.023 dollar AS. Hal ini menunjukkan bahwa tren bullish jangka panjang emas masih utuh, meskipun ada koreksi jangka pendek.

Kinerja Logam Mulia Lainnya

Selain emas, logam mulia lainnya juga mengalami penurunan harga yang signifikan:

  • Perak turun 7,3 persen menjadi 29,54 dollar AS per ons dan diperkirakan akan mengalami minggu terburuk sejak September 2020.
  • Platinum turun 3,6 persen menjadi 918,35 dollar AS per ons.
  • Palladium turun 2 persen menjadi 909,75 dollar AS per ons. Keduanya juga mencatatkan penurunan mingguan.

Secara keseluruhan, pasar logam mulia mengalami minggu yang penuh gejolak akibat kombinasi faktor ekonomi dan geopolitik. Investor akan terus memantau perkembangan perang tarif AS-China dan kebijakan moneter The Fed untuk menentukan arah pergerakan harga emas dan logam mulia lainnya di masa depan.