Lonjakan Harga Kelapa Parut Picu Kenaikan Harga Wingko Babat di Semarang Jelang Lebaran

Kenaikan Harga Kelapa Parut Ancam Industri Wingko Babat Semarang Jelang Lebaran

Semarang, Jawa Tengah - Industri wingko babat di Semarang tengah menghadapi tantangan berat menjelang perayaan Idul Fitri. Lonjakan harga kelapa parut, bahan baku utama pembuatan wingko babat, secara signifikan telah memukul para produsen. Suliman, pemilik usaha Wingko Babat Pak Lis yang legendaris, mengungkapkan bahwa harga kelapa parut melonjak dua kali lipat dalam waktu singkat, dari Rp 15.000 menjadi Rp 30.000 per kilogram.

"Kenaikan harga ini sangat memberatkan kami, terutama di saat permintaan meningkat pesat menjelang Lebaran," ujar Suliman di rumah produksinya, Jumat (4/4/2025). Pria yang akrab disapa Lis ini menambahkan bahwa produksi hariannya meningkat dari 50 kilogram kelapa parut menjadi 200 kilogram selama periode Lebaran.

Strategi Bertahan di Tengah Gempuran Harga

Untuk menutupi kerugian akibat kenaikan harga bahan baku, Lis terpaksa menaikkan harga jual wingko babat kepada para tengkulak. Harga per bungkus (isi 20 buah) naik dari Rp 15.000 menjadi Rp 20.000. Para tengkulak kemudian menjualnya di pasaran dengan harga mulai dari Rp 25.000.

"Mau tidak mau, harga harus kami naikkan. Kami juga tidak ingin mengurangi kualitas wingko babat kami," jelas Lis, yang telah berkecimpung dalam bisnis wingko babat sejak tahun 2002.

Inovasi Rasa dan Tantangan Penurunan Permintaan

Wingko Babat Pak Lis menawarkan empat varian rasa: kelapa original, nangka, durian, dan cokelat. Meskipun demikian, rasa original tetap menjadi favorit pelanggan. Lis juga menambah dua karyawan paruh waktu untuk memenuhi lonjakan permintaan selama libur Lebaran.

Namun, Lis mengakui bahwa permintaan wingko babat tahun ini mengalami penurunan dibandingkan Lebaran tahun sebelumnya. Ia menduga hal ini disebabkan oleh penurunan jumlah pemudik yang datang ke Semarang.

"Tahun lalu jauh lebih ramai. Mungkin karena jumlah pemudik tahun ini tidak sebanyak tahun lalu," pungkasnya.

Kondisi ini menyoroti pentingnya stabilitas harga bahan baku bagi kelangsungan industri kecil dan menengah seperti wingko babat. Pemerintah daerah diharapkan dapat mengambil langkah-langkah untuk membantu para produsen mengatasi masalah ini agar industri wingko babat tetap eksis dan menjadi bagian dari warisan kuliner Semarang.

Dampak Kenaikan Harga:

  • Produsen: Margin keuntungan tergerus, terpaksa menaikkan harga jual.
  • Tengkulak: Menyesuaikan harga jual di pasaran, potensi penurunan penjualan.
  • Konsumen: Harga wingko babat lebih mahal, mengurangi daya beli.

Solusi Potensial:

  • Stabilisasi Harga: Pemerintah daerah perlu berupaya menstabilkan harga kelapa parut.
  • Subsidi Bahan Baku: Memberikan subsidi kepada produsen wingko babat untuk meringankan beban biaya.
  • Diversifikasi Produk: Mengembangkan produk olahan kelapa lainnya untuk mengurangi ketergantungan pada wingko babat.
  • Promosi dan Pemasaran: Meningkatkan promosi wingko babat sebagai oleh-oleh khas Semarang untuk meningkatkan permintaan.