Akses Pantai Binongko di Labuan Bajo Dibatasi, DPRD Soroti Privatisasi yang Merugikan Warga

Kontroversi Privatisasi Pantai Binongko: Warga Labuan Bajo Terhalang Nikmati Wisata Lokal

LABUAN BAJO, NTT - Polemik privatisasi kawasan pantai kembali mencuat di Labuan Bajo. Akses warga lokal menuju Pantai Binongko, sebuah destinasi wisata populer di wilayah ini, dilaporkan terhambat oleh kebijakan pembatasan yang diterapkan oleh pihak pengelola salah satu hotel yang beroperasi di sekitar pantai tersebut. Praktik ini menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Manggarai Barat.

Hasanudin, anggota DPRD Kabupaten Manggarai Barat, menyampaikan keprihatinannya atas kondisi ini. Menurutnya, privatisasi pantai oleh sejumlah hotel telah membatasi bahkan menutup akses masyarakat Labuan Bajo ke sejumlah kawasan pesisir yang seharusnya menjadi ruang publik. Situasi ini memicu gelombang protes dari warga yang merasa hak mereka untuk menikmati keindahan alam di daerah sendiri telah dirampas.

"Pantai adalah ruang publik, bukan properti pribadi," tegas Hasanudin. Ia menambahkan, ketidaktersediaan solusi alternatif bagi masyarakat lokal untuk menikmati pantai semakin memperburuk keadaan. Pihaknya menekankan bahwa hotel yang beroperasi di Labuan Bajo seharusnya tidak hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi semata, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat setempat.

Kritik dan Tuntutan

Hasanudin mengkritik keras tindakan sewenang-wenang pihak hotel yang melakukan privatisasi pantai tanpa mempertimbangkan hak dan kepentingan masyarakat. Ia juga menyoroti pentingnya menjaga kebersihan pantai sebagai tanggung jawab bersama. Menurutnya, pihak hotel dapat menyediakan fasilitas pembuangan sampah dan mengimbau pengunjung untuk menjaga kebersihan.

"Ini bukan hanya soal akses wisata, tetapi juga soal keadilan dan hak dasar masyarakat atas sumber daya alam!" serunya.

Lebih lanjut, Hasanudin mendesak Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat untuk bertindak tegas mengatasi persoalan ini. Ia menuntut agar praktik privatisasi pantai yang merugikan masyarakat segera dihentikan dan akses publik ke pantai-pantai di Labuan Bajo dijamin.

Berikut adalah poin-poin tuntutan yang diajukan:

  • Penghentian Privatisasi: Pemerintah daerah harus menghentikan praktik privatisasi pantai yang merugikan masyarakat.
  • Jaminan Akses Publik: Akses publik ke semua pantai di Labuan Bajo harus dijamin dan dilindungi.
  • Regulasi yang Jelas: Pemerintah daerah harus membuat regulasi yang jelas dan transparan terkait pengelolaan kawasan wisata.
  • Perlindungan Hak Masyarakat: Pemerintah daerah harus melindungi hak-hak masyarakat atas sumber daya alam.

Urgensi Regulasi dan Peran Pemerintah

Untuk mencegah polemik berkepanjangan, Hasanudin menekankan perlunya kehadiran pemerintah sebagai pemberi solusi, bukan justru menciptakan ketidakpastian bagi masyarakat. Ia mengingatkan agar pihak hotel tidak semena-mena mengeluarkan kebijakan privatisasi pantai tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat. Pembangunan pariwisata di Labuan Bajo harus berkelanjutan dan berkeadilan, serta memberikan manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya segelintir pihak.

Hasanudin juga menyinggung Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Privatisasi pantai yang membatasi akses masyarakat berpotensi melanggar amanat konstitusi tersebut.

Pemerintah juga perlu mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk memastikan bahwa kebijakan privatisasi pantai sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak merugikan kepentingan masyarakat.