Jusuf Kalla Optimistis Tarif Impor AS Tak Picu Gelombang PHK di Indonesia

Jusuf Kalla Optimistis Tarif Impor AS Tak Picu Gelombang PHK di Indonesia

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyatakan keyakinannya bahwa penetapan tarif impor oleh Amerika Serikat (AS) terhadap produk Indonesia sebesar 32% tidak akan memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di Tanah Air. Pernyataan ini disampaikan di tengah kekhawatiran para pengusaha, khususnya di sektor industri padat karya, mengenai dampak kebijakan proteksionis tersebut.

Keyakinan JK Berdasarkan Analisis Dampak Terbatas

JK menjelaskan bahwa dampak tarif impor tersebut diperkirakan hanya akan memengaruhi sebagian kecil, sekitar 5%-10%, dari total ekspor Indonesia ke AS. Ia juga menekankan bahwa pengusaha memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan mencari solusi efisiensi dalam menghadapi tantangan ekonomi.

"Pemerintah dan pengusaha tidak pernah mau PHK. Cuma kalau sudah rugi, dia melakukan PHK. Persoalannya, ini yang saya perkirakan, akibatnya ini mungkin hanya 5%-10% kenanya (ke pengusaha RI). Masalah yang ditakutkan semua orang adalah daya beli Amerika menurun," kata JK di kediamannya di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (5/4/2025).

JK menambahkan, "Pengusaha itu sederhana, tak usah dibantu yang penting jangan diganggu. Itu saja. Baik pemerintah, ataupun masyarakat, ataupun preman. Jangan diganggu, itu saja. Otak pedagang lebih pintar daripada otak pemerintah dalam hal efisiensi,"

Pemerintah Diharapkan Tidak Terlalu Banyak Intervensi

Lebih lanjut, JK mengimbau pemerintah untuk tidak terlalu banyak melakukan intervensi dalam perekonomian. Ia menilai, terlalu banyak regulasi justru dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Ia mencontohkan Undang-Undang Cipta Kerja yang menurutnya belum terbukti efektif dalam meningkatkan efisiensi ekonomi.

"Pemerintah jangan berbuat banyak. Tenang saja, awasi semuanya. Itu yang terjadi, makin banyak aturan yang dibikin, makin kacau negeri ini. Buktinya Undang-Undang Cipta Kerja. Apa itu menyebabkan efisien ke ekonomi? Tidak ternyata," katanya.

Kekhawatiran Pengusaha dan Potensi Dampak Sektoral

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengungkapkan kekhawatiran atas potensi PHK di sektor padat karya akibat tarif impor AS. Ia menyebutkan bahwa industri tekstil, yang telah lama menghadapi tantangan, menjadi salah satu sektor yang paling rentan.

"Kekhawatiran kami yang terbesar adalah tekanan layoff (PHK) yang lebih besar di sektor padat karya (garment terutama) pasca kebijakan ini. Karena industrinya sendiri sudah lama struggling untuk mempertahankan kinerja usaha, kinerja ekspor dan lapangan kerja," kata Shinta kepada detikcom.

Shinta juga mengidentifikasi beberapa sektor lain yang berpotensi terdampak, seperti garmen, alas kaki, furniture, dan perikanan, karena memiliki pangsa ekspor yang signifikan ke AS. Ia memperkirakan kebijakan tarif impor dapat menekan daya saing, iklim usaha, dan investasi secara nasional.

Analisis dan Antisipasi Dampak Tarif Impor

Secara keseluruhan, pernyataan JK mencerminkan pandangan yang lebih optimis dibandingkan dengan kekhawatiran yang diungkapkan oleh Apindo. Perbedaan pandangan ini menyoroti perlunya analisis mendalam dan antisipasi yang cermat terhadap dampak tarif impor AS terhadap berbagai sektor ekonomi di Indonesia. Pemerintah dan pelaku usaha perlu bekerja sama untuk meminimalkan dampak negatif dan mencari peluang untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global.

Berikut adalah sektor yang paling berdampak karena pasar ekspor lebih besar ke AS:

  • Garmen
  • Alas kaki
  • Furniture
  • Perikanan