Uskup Labuan Bajo Serukan Pariwisata Berkelanjutan dan Pertobatan Ekologis dalam Surat Paskah 2025

Uskup Labuan Bajo Kritisi Dampak Pariwisata Terhadap Lingkungan dalam Surat Gembala Paskah

LABUAN BAJO - Monsinyur Maksimus Regus, Uskup Labuan Bajo, menyampaikan pesan mendalam mengenai pentingnya keseimbangan antara pembangunan pariwisata dan kelestarian lingkungan hidup dalam Surat Gembala Paskah 2025 yang dirilis pada Jumat, 4 April 2025. Surat ini menjadi seruan bagi seluruh elemen masyarakat, khususnya di Labuan Bajo dan Flores, untuk merenungkan kembali praktik pariwisata yang selama ini dijalankan dan dampaknya terhadap ekosistem yang rapuh.

Uskup Maksimus menyoroti penetapan Labuan Bajo sebagai kawasan pariwisata unggulan, sebuah berkah yang harus dikelola dengan bijaksana. Beliau menekankan bahwa keberlanjutan industri pariwisata sangat bergantung pada kesehatan ekosistem. Pembangunan yang mengabaikan keseimbangan ekologis, justru akan menjadi bumerang bagi sektor pariwisata itu sendiri.

"Jika pembangunan tidak memperhitungkan keseimbangan ekologis, maka sektor pariwisata justru akan menghadapi ancaman serius," tegas Uskup Maksimus, mengingatkan akan potensi kerusakan lingkungan yang dapat menghancurkan daya tarik wisata Labuan Bajo dan Flores.

Menjaga Warisan Ilahi: Tanggung Jawab Manusia Atas Alam Flores

Surat Gembala ini juga menggarisbawahi pandangan teologis mengenai tanggung jawab manusia terhadap alam. Uskup Maksimus merujuk pada Kitab Kejadian (1:31) yang menyatakan bahwa Allah menciptakan dunia dalam kebaikan dan mempercayakannya kepada manusia. Keindahan alam Flores dan Labuan Bajo adalah anugerah Tuhan yang harus dijaga dan dilestarikan. Namun, kerakusan dan kurangnya solidaritas sosial dapat mengubah berkat ini menjadi malapetaka ekologis dan sosial.

Uskup Maksimus menyerukan pertobatan ekologis, sebuah konsep yang ditekankan oleh Paus Fransiskus dalam Laudate Deum (2023). Pertobatan ekologis bukan hanya sekadar perubahan spiritual, tetapi juga panggilan untuk mengubah gaya hidup, meningkatkan solidaritas sosial, dan terlibat aktif dalam aksi nyata untuk melindungi lingkungan. Hal ini berarti setiap individu dan komunitas harus bertanggung jawab dalam merawat dan menjaga keseimbangan ekologis demi generasi mendatang.

Penolakan Terhadap Eksploitasi Geothermal dan Seruan untuk Tindakan Konkret

Lebih lanjut, Uskup Maksimus dengan tegas menyatakan penolakannya terhadap eksploitasi energi geothermal di Pulau Flores. Meskipun geothermal sering dipandang sebagai energi terbarukan, Uskup Maksimus berpendapat bahwa eksplorasi tersebut justru mengancam keseimbangan ekologis dan ruang sosial-budaya masyarakat Flores. Beliau menekankan bahwa wilayah Flores yang kecil dan rapuh secara ekologis akan sangat rentan terhadap dampak negatif dari eksploitasi sumber daya yang tidak terkendali.

"Wilayah kita kecil dan rapuh secara ekologis. Jika eksploitasi sumber daya dilakukan tanpa batas, maka akan timbul kerusakan lingkungan, hilangnya sumber pangan, dan terkikisnya harmoni sosial," tegasnya.

Uskup Maksimus mengajak semua pihak untuk berpartisipasi aktif dalam menjaga lingkungan hidup. Seruan ini diwujudkan dalam tindakan konkret seperti:

  • Mengurangi produksi dan penggunaan sampah
  • Menanam pohon untuk reboisasi dan penghijauan
  • Menjaga kelestarian sumber air
  • Meningkatkan kesadaran ekologis di kalangan generasi muda melalui pendidikan

Selain itu, Uskup Maksimus juga menyatakan dukungannya terhadap upaya pemerintah daerah dalam memperjuangkan keadilan ekonomi bagi masyarakat lokal dari keuntungan industri pariwisata. Beliau berharap agar keuntungan dari pariwisata dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat, sehingga tidak hanya menguntungkan segelintir pihak saja.

Surat Gembala Paskah 2025 dari Uskup Labuan Bajo ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan kembali cara kita berinteraksi dengan alam. Ini adalah panggilan untuk bertindak secara bertanggung jawab dan berkelanjutan, demi menjaga keindahan alam Flores dan Labuan Bajo untuk generasi mendatang. Semangat Prapaskah dan Paskah 2025 menjadi landasan moral untuk membangun budaya dan etika kehidupan yang selaras dengan alam.