Kewajiban Fidyah: Panduan Lengkap Hukum, Cara Pembayaran, dan Nilai Referensi
Kewajiban Fidyah Ramadan: Panduan Lengkap Hukum, Cara Pembayaran, dan Nilai Referensi
Ramadan, bulan suci penuh berkah bagi umat muslim, juga menyisakan pertanyaan hukum bagi mereka yang terhalang menjalankan ibadah puasa. Bagi mereka yang berhalangan berpuasa karena alasan syar'i seperti usia lanjut, sakit menahun, atau kondisi khusus seperti ibu hamil dan menyusui, terdapat kewajiban membayar fidyah. Fidyah, sebagai bentuk kompensasi atas puasa yang ditinggalkan, merupakan ketentuan penting dalam Islam yang perlu dipahami secara komprehensif agar pelaksanaannya sesuai syariat.
Pengertian dan Dasar Hukum Fidyah
Fidyah secara bahasa diartikan sebagai tebusan atau ganti rugi. Dalam konteks ibadah puasa, fidyah merupakan pengganti kewajiban berpuasa bagi mereka yang dihalangi oleh kondisi tertentu yang dibenarkan syariat. Pemberian fidyah ini bukan sekadar membayar ganti rugi, namun juga sebagai bentuk kepedulian sosial dengan menyalurkan bantuan kepada fakir miskin. Dasar hukum fidyah tercantum dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 184:
وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
Artinya: “...Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin...”
Ayat ini menegaskan kewajiban fidyah bagi mereka yang memiliki keterbatasan fisik atau kondisi kesehatan yang menghalangi mereka berpuasa. Penjelasan lebih lanjut mengenai kondisi-kondisi yang mewajibkan fidyah dapat ditemukan dalam berbagai kitab fiqih, seperti yang dijelaskan dalam Fiqih Islam wa Adilatuhu karya Wahbah az-Zuhaili. Beberapa kondisi tersebut antara lain:
- Usia lanjut: Lansia yang sudah tidak mampu berpuasa karena kondisi fisik.
- Penyakit kronis: Penderita penyakit kronis yang tidak memungkinkan untuk berpuasa.
- Ibu hamil dan menyusui: Ibu hamil dan menyusui yang khawatir terhadap kesehatan dirinya dan janin/bayi.
- Menunda qadha puasa Ramadan hingga Ramadan berikutnya tanpa alasan syar'i yang dibenarkan.
Cara Membayar Fidyah
Pembayaran fidyah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan memberikan makanan atau uang sejumlah nilai makanan tersebut. Jumlah fidyah disesuaikan dengan jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai takaran fidyah, khususnya dalam bentuk makanan. Beberapa pendapat tersebut antara lain:
- Satu mud (sekitar 5-6 liter) makanan pokok: Pendapat Imam Syafi'i dan Imam Malik.
- Satu sha' (sekitar 3,125 kg) makanan pokok: Pendapat Mazhab Hanafi.
- Satu sha' (empat mud, sekitar 2,176 kg atau 2,75 liter) makanan pokok: Pendapat Wahbah az-Zuhaili.
Lebih penting lagi, tujuan utama fidyah adalah untuk memenuhi kebutuhan fakir miskin. Oleh karena itu, pembayaran fidyah dengan uang dinilai sah, asalkan jumlahnya setara dengan nilai makanan pokok yang seharusnya diberikan. Sebagai pedoman, SK Ketua BAZNAS No. 14 Tahun 2025 menetapkan nilai fidyah di wilayah Jabodetabek sebesar Rp 60.000 per hari.
Pemberian fidyah ini ditujukan kepada satu orang fakir miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Hal ini menekankan pentingnya memberikan bantuan secara langsung dan terarah kepada mereka yang membutuhkan. Dengan demikian, kewajiban fidyah tidak hanya melengkapi ibadah puasa, tetapi juga menjadi wujud kepedulian sosial dan keadilan dalam beragama.