Surya Sahetapy Dorong Pengembangan Pendidikan Inklusif bagi Komunitas Tuli di Indonesia

Surya Sahetapy Dorong Pengembangan Pendidikan Inklusif bagi Komunitas Tuli di Indonesia

Putra dari aktor Ray Sahetapy, Surya Sahetapy, kini aktif sebagai dosen di Amerika Serikat. Di sela-sela kunjungannya ke Indonesia untuk menghormati mendiang ayahnya, Surya berbagi pandangannya mengenai pentingnya pendidikan inklusif bagi komunitas Tuli. Pengalaman mengajar di AS memberinya perspektif berharga tentang bagaimana pendidikan dapat diakses oleh semua kalangan, tanpa terkecuali.

Saat ini, Surya mengabdikan diri sebagai pengajar linguistik bahasa isyarat serta sejarah dan budaya Tuli. Mahasiswa yang ia bimbing berasal dari beragam latar belakang, baik yang memiliki pendengaran normal maupun yang Tuli. Keberagaman ini menciptakan lingkungan belajar yang dinamis dan saling menghargai. "Saya mengajar linguistik bahasa isyarat dan juga sejarah Tuli, budaya. Mahasiswanya semua tercampur, antara orang dengar dan Tuli, tapi mereka sudah terbiasa dengan orang-orang Tuli," ungkap Surya, menggarisbawahi pentingnya interaksi sejak dini untuk membangun pemahaman dan toleransi.

Surya merasa beruntung dapat tinggal di Rochester, New York, sebuah kota dengan populasi Tuli yang signifikan. Di sana, interaksi antara individu Tuli dan yang mendengar sudah menjadi hal lumrah. Hal ini menciptakan lingkungan yang suportif dan inklusif. "Saya beruntung karena saya tinggal di Rochester, di New York, cukup dekat dengan Kanada. Total 70 ribu Tuli tinggal di sana, Orang dengarnya juga sudah terbiasa ketemu sama orang-orang Tuli di restoran dan biasa komunikasi," jelasnya.

Berangkat dari pengalamannya di AS, Surya memiliki harapan besar agar Indonesia dapat mengembangkan sistem pendidikan yang lebih inklusif bagi komunitas Tuli. Ia mengakui bahwa sudah ada beberapa universitas yang menawarkan mata kuliah bahasa isyarat, namun jumlahnya masih sangat terbatas. Ia berharap agar sumber daya manusia di bidang ini dapat ditingkatkan secara signifikan.

"Mudah-mudahan Indonesia bisa mulai seperti itu karena ada mata kuliah isyarat di Indonesia memang ada, tapi hanya satu universitas lagi, tapi mudah-mudahan SDM di Indonesia bisa bertambah lagi lebih banyak," ujarnya penuh harap.

Lebih jauh lagi, Surya berencana untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang doktoral (S3). Langkah ini ia ambil sebagai wujud komitmen untuk membuktikan bahwa individu Tuli juga mampu berkontribusi secara signifikan di dunia akademis. Ia berharap dapat menjadi inspirasi bagi teman-teman Tuli di Indonesia untuk meraih impian mereka.

"Saya rencananya mau lanjut S3, ingin menunjukkan bahwa Tuli itu bisa berkarya di dunia akademis, Jadi kesempatan untuk teman-teman Tuli, jadi suritauladan juga buat teman-teman Tuli di Indonesia," tegasnya.

Surya juga memimpikan adanya kolaborasi yang lebih erat antara berbagai pihak untuk menciptakan program pendidikan khusus yang mendukung komunitas Tuli, termasuk di bidang seni dan teater. Ia membayangkan adanya universitas dengan program studi khusus untuk Tuli, atau departemen teater yang mengintegrasikan bahasa isyarat. Bahkan, ia berharap suatu saat akan ada sekolah teater khusus bagi komunitas Tuli.

"Mudah-mudahan kedepannya bisa kolaborasi dan bikin contoh baik, mungkin bikin satu universitas yang punya program jurusan Tuli atau departemen teater yang terkait bahasa isyarat atau sekolah teater khusus Tuli," pungkasnya.

Poin-poin penting harapan Surya Sahetapy:

  • Peningkatan jumlah universitas yang menawarkan mata kuliah bahasa isyarat.
  • Pengembangan sumber daya manusia di bidang pendidikan inklusif bagi Tuli.
  • Peningkatan kolaborasi untuk menciptakan program pendidikan khusus bagi Tuli, termasuk di bidang seni dan teater.
  • Pendirian universitas atau departemen teater yang mengintegrasikan bahasa isyarat.
  • Pendirian sekolah teater khusus bagi komunitas Tuli.
  • Surya Sahetapy berencana melanjutkan pendidikan S3 untuk membuktikan bahwa tuli juga bisa berkarya di dunia akademis.