Waspada ISPA Pasca Banjir Bandang Jabodetabek: Ancaman Kesehatan yang Perlu Diwaspadai

Waspada ISPA Pasca Banjir Bandang Jabodetabek: Ancaman Kesehatan yang Perlu Diwaspadai

Bencana banjir bandang yang melanda wilayah Jabodetabek beberapa waktu lalu telah menimbulkan dampak signifikan, tak hanya kerusakan infrastruktur dan kerugian materiil, tetapi juga ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat. Salah satu ancaman yang perlu diwaspadai adalah peningkatan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Genangan air kotor yang tertinggal pascabanjir menjadi media ideal berkembangnya berbagai patogen penyebab ISPA, menciptakan lingkungan yang rawan penyakit. Udara lembap dan tercemar akibat genangan air juga meningkatkan risiko penyebaran ISPA, khususnya di tengah kepadatan penduduk di wilayah terdampak.

Data dari Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menunjukkan peningkatan risiko ISPA pascabanjir. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya kontaminasi udara oleh debu, mikroorganisme, dan bau tak sedap dari air kotor yang menggenang. Kondisi ini diperparah oleh cuaca lembap dan dingin yang memudahkan penyebaran virus dan bakteri penyebab ISPA. Anak-anak dan lansia merupakan kelompok yang paling rentan terhadap penyakit ini, sehingga memerlukan perhatian dan penanganan khusus.

Banjir bandang di Jabodetabek, yang dilaporkan telah melumpuhkan beberapa wilayah di Kota Bekasi, termasuk kantor pemerintah dan jalan utama, menjadi bukti nyata dampak buruk yang ditimbulkan. Laporan yang menyebutkan ketinggian air mencapai 3,5 meter di Perumahan Kemang IFI, Jatiasih, Bekasi, mengindikasikan parahnya situasi dan potensi penyebaran penyakit yang lebih luas dibandingkan dengan banjir tahun 2020.

Memahami ISPA dan Gejalanya

ISPA merupakan istilah medis yang mencakup berbagai jenis infeksi yang menyerang saluran pernapasan, baik bagian atas (hidung, tenggorokan, sinus) maupun bagian bawah (bronkus, paru-paru). Penyebabnya beragam, mulai dari virus, bakteri, hingga jamur. Partikel berbahaya seperti debu halus, asap kendaraan bermotor, dan polusi udara lainnya juga dapat memperparah kondisi dan memicu infeksi. Kualitas udara yang buruk merupakan faktor risiko kematian kelima tertinggi di Indonesia, menekankan pentingnya pencegahan dan penanganan ISPA, terutama pascabencana banjir.

Gejala ISPA yang Perlu Diwaspadai:

Berikut beberapa gejala ISPA yang perlu diwaspadai, sebagaimana dikutip dari Yo Sehat Kemenkes RI:

  • Batuk: Batuk kering atau batuk berdahak, seringkali menjadi gejala utama dan cukup mengganggu.
  • Hidung Tersumbat: Saluran hidung penuh lendir atau bengkak, menyulitkan pernapasan.
  • Sakit Tenggorokan: Kesulitan menelan makanan dan minuman.
  • Demam: Suhu tubuh di atas normal.
  • Sesak Napas atau Sulit Bernapas: Gejala serius yang membutuhkan penanganan segera.
  • Sakit Kepala: Bisa disebabkan demam atau ketegangan otot.
  • Nyeri Otot dan Sendi: Menyebabkan ketidaknyamanan fisik.
  • Lemas atau Lelah: Akibat tubuh berjuang melawan infeksi.
  • Suara Serak atau Hilangnya Suara: Perubahan signifikan pada suara.
  • Pilek atau Nyeri Sinus: Infeksi pada sinus.
  • Mual, Muntah, atau Diare: Gangguan pencernaan akibat peradangan.
  • Nafsu Makan Menurun: Reaksi tubuh terhadap infeksi.

Penanganan dan Pencegahan

Jika Anda mengalami gejala-gejala di atas pascabanjir, segera konsultasikan dengan tenaga kesehatan terdekat. Meskipun sebagian besar infeksi saluran pernapasan atas akan sembuh dalam 1-2 minggu, pengobatan yang tepat dapat mempercepat pemulihan dan mencegah komplikasi. Mengonsumsi obat pereda nyeri yang dijual bebas dan minum banyak cairan dapat membantu meringankan gejala. Namun, konsultasi medis tetap penting untuk memastikan penanganan yang tepat.

Langkah-langkah pencegahan ISPA pascabanjir meliputi menjaga kebersihan lingkungan, mencuci tangan secara teratur, menggunakan masker, dan menghindari paparan udara yang tercemar. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk memastikan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan dan informasi yang tepat guna meminimalisir dampak kesehatan pascabencana.