Kekosongan Kursi Dubes RI di AS: Pengamat Soroti Dampak Negatif Terhadap Hubungan Dagang

Kekosongan Kursi Dubes RI di AS: Pengamat Soroti Dampak Negatif Terhadap Hubungan Dagang

Jakarta, Indonesia - Jabatan Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Amerika Serikat (AS) di Washington DC telah kosong selama hampir dua tahun, sebuah situasi yang memicu kekhawatiran di kalangan pengamat ekonomi dan politik. Kekosongan ini terjadi setelah Rosan Roeslani, yang sebelumnya menjabat sebagai Dubes, ditunjuk sebagai Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada Juli 2023.

Ketiadaan perwakilan diplomatik tetap di AS, negara yang merupakan mitra dagang penting bagi Indonesia, menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen pemerintah terhadap hubungan bilateral yang strategis. Andry Satrio Nugroho, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menyatakan keprihatinannya atas situasi ini. Ia menilai kekosongan tersebut mengindikasikan kurangnya perhatian pemerintah terhadap AS sebagai mitra dagang potensial dan strategis.

Dampak Terhadap Perdagangan dan Investasi

Menurut Andry Satrio Nugroho, ketiadaan Dubes dapat menghambat upaya Indonesia dalam mempertahankan dan meningkatkan volume perdagangan dengan AS. Beberapa komoditas utama Indonesia, seperti perlengkapan elektrik, pakaian, aksesoris rajutan, dan alas kaki, menyumbang surplus perdagangan yang signifikan melalui ekspor ke AS. Tanpa representasi yang kuat di Washington DC, Indonesia mungkin kesulitan untuk mengatasi hambatan perdagangan dan memperjuangkan kepentingan bisnisnya. Apalagi, AS saat ini tengah menerapkan kebijakan tarif impor yang baru dan berpotensi merugikan produk ekspor Indonesia. Dengan tidak adanya Duta Besar di AS, Indonesia kehilangan kesempatan untuk melakukan negosiasi dan lobi yang efektif.

Berikut adalah beberapa potensi dampak negatif dari kekosongan jabatan Dubes RI di AS:

  • Hambatan Komunikasi: Komunikasi yang efektif antara pemerintah Indonesia dan AS menjadi lebih sulit tanpa adanya Dubes sebagai penghubung.
  • Kurangnya Advokasi: Kepentingan Indonesia dalam isu-isu perdagangan, investasi, dan politik mungkin kurang terwakili di Washington DC.
  • Penundaan Keputusan: Proses pengambilan keputusan terkait kerja sama bilateral dapat melambat karena tidak adanya Dubes yang dapat memberikan informasi dan rekomendasi yang cepat dan akurat.
  • Citra Negatif: Kekosongan jabatan Dubes dapat memberikan kesan bahwa Indonesia tidak menganggap serius hubungannya dengan AS.

Sejarah Jabatan Dubes RI untuk AS

Sejak era pemerintahan Presiden Soekarno, Indonesia telah menempatkan 21 duta besar di KBRI Washington DC. Beberapa nama penting yang pernah menjabat posisi ini antara lain Ali Sastroamidjojo, Moekarto Notowidigdo, dan Lambertus Nicodemus Palar pada masa pemerintahan Soekarno. Di era Soeharto, terdapat nama-nama seperti Soedjatmoko, Syarief Thayeb, dan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. Pada era reformasi, tercatat nama-nama seperti Dino Patti Djalal dan Muhammad Lutfi.

Namun, sejak Rosan Roeslani mengakhiri masa jabatannya pada Juli 2023, kursi Dubes RI untuk AS masih kosong. Presiden Prabowo Subianto, yang telah menjabat sejak Oktober 2024, juga belum menunjuk penggantinya. Padahal, Rosan Roeslani sendiri kini menjabat sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi Indonesia di pemerintahan Prabowo Subianto.

Urgensi Pengisian Jabatan Dubes

Mengingat pentingnya hubungan Indonesia-AS dalam bidang perdagangan, investasi, dan politik, pengisian jabatan Dubes RI di Washington DC menjadi sangat mendesak. Pemerintah Indonesia perlu segera menunjuk seorang diplomat yang kompeten dan berpengalaman untuk mewakili kepentingan Indonesia di AS dan memperkuat hubungan bilateral antara kedua negara. Penunjukan Dubes yang tepat akan membantu Indonesia dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang di pasar AS, serta meningkatkan kerja sama di berbagai bidang yang saling menguntungkan.