Gelombang PHK dan Penutupan Pabrik Mengintai Industri Otomotif Akibat Kebijakan Tarif Impor AS

Gelombang PHK dan Penutupan Pabrik Mengintai Industri Otomotif Akibat Kebijakan Tarif Impor AS

Kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Amerika Serikat telah memicu reaksi berantai di kalangan produsen otomotif global. Langkah proteksionis ini, yang mengenakan tarif sebesar 25% untuk kendaraan yang tidak dirakit di wilayah AS, memaksa para raksasa industri untuk merombak strategi produksi mereka. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh perusahaan, tetapi juga ribuan pekerja yang terancam kehilangan mata pencaharian.

Stellantis, salah satu produsen otomotif terkemuka, telah mengumumkan penghentian sementara produksi di dua pabrik perakitan mereka di Kanada dan Meksiko. Keputusan ini berdampak langsung pada sekitar 900 pekerja di pabrik pendukung yang dirumahkan sementara waktu. Pabrik Perakitan Windsor di Ontario, Kanada, akan menghentikan produksi selama dua minggu, sementara Pabrik Perakitan Toluca di Meksiko akan berhenti beroperasi sepanjang bulan April.

Nissan Motor melalui merek mewahnya, Infiniti, juga mengambil langkah serupa. Mereka menghentikan produksi crossover buatan Meksiko yang ditujukan untuk pasar AS tanpa batas waktu. Wakil Presiden Infiniti Amerika, Tiago Castro, dalam memo kepada para pengecer merek, menyatakan bahwa produksi QX50 dan QX55 dihentikan hingga pemberitahuan lebih lanjut sebagai respons terhadap tarif baru.

Volvo, di sisi lain, memilih untuk meningkatkan produksi di AS. CEO Volvo Cars, Hakan Samuelsson, menyatakan bahwa perusahaan siap menghadapi tantangan di Cina dan Eropa, tetapi perlu meningkatkan performa di AS untuk mengatasi tarif impor. Volvo berencana meningkatkan produksi SUV EX90 di pabrik mereka di AS untuk meningkatkan volume dan mengurangi biaya tambahan. Juru bicara Volvo Cars menekankan bahwa kompleksitas geopolitik dan regionalisasi yang meningkat membuat strategi membangun di tempat penjualan menjadi semakin penting. Perusahaan juga mempertimbangkan potensi penambahan produksi model mobil lain di pabrik AS mereka, yang memiliki kapasitas 150.000 mobil per tahun.

S&P Global Mobility menyoroti beberapa merek otomotif, seperti Volvo, Mazda, Volkswagen, dan Hyundai Motor (termasuk merek Genesis dan Kia), sebagai pihak yang paling berisiko akibat kebijakan tarif impor ini. Pasalnya, setidaknya 60% dari penjualan mereka di Amerika Serikat berasal dari impor. Analis memperkirakan bahwa penjualan kendaraan di AS dapat merosot ke antara 14,5 juta hingga 15 juta unit per tahun jika tarif impor tetap diberlakukan. Sebagai perbandingan, penjualan mobil di AS mencapai 16 juta unit pada tahun 2024.

Bank of America memprediksi bahwa harga kendaraan baru, yang saat ini rata-rata sekitar $48.000, dapat melonjak hingga $10.000 jika produsen mobil membebankan tarif secara penuh kepada konsumen. Hal ini tentu akan semakin membebani konsumen dan berpotensi menurunkan daya beli masyarakat.

Sementara itu, dari sudut pandang Indonesia, data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan bahwa saat ini tidak ada kendaraan buatan Indonesia yang diekspor secara utuh (CBU) ke Amerika Serikat. Meskipun demikian, dampak kebijakan tarif impor AS terhadap rantai pasok global tetap perlu diwaspadai.

Daftar Perusahaan Terdampak:

  • Stellantis
  • Infiniti (Nissan Motor)
  • Volvo
  • Mazda
  • Volkswagen
  • Hyundai Motor (termasuk Genesis dan Kia)

Prediksi dan Analisis:

  • Penjualan kendaraan AS dapat turun menjadi 14.5 - 15 juta unit per tahun.
  • Harga kendaraan baru dapat naik hingga $10.000.

Kebijakan tarif impor AS ini menjadi pukulan telak bagi industri otomotif global, memaksa perusahaan untuk beradaptasi dengan cepat dan mencari strategi baru untuk mempertahankan daya saing di pasar yang semakin kompetitif.