Kekalahan Memalukan dari Indonesia U-17 Memicu Gelombang Kritik di Media Korea Selatan

Kekalahan Korea Selatan U-17 dari Indonesia Mengguncang Media Negeri Ginseng

Kekalahan tim nasional U-17 Korea Selatan dari Indonesia dalam laga pembuka Grup C Piala Asia U-17 2025 di Arab Saudi terus menjadi sorotan tajam media-media di Korea Selatan. Hasil yang mengejutkan ini dipandang sebagai tamparan keras bagi sepak bola Korea Selatan, yang selama ini dikenal sebagai salah satu kekuatan utama di benua Asia.

Publik Korea Selatan, yang terbiasa melihat timnas mereka mendominasi di berbagai level usia, tampaknya masih sulit menerima kekalahan 0-1 yang diderita dari Indonesia. Gol tunggal Evandra Florasta di menit-menit akhir pertandingan membuyarkan harapan Korea Selatan untuk memulai turnamen dengan kemenangan, meskipun mereka menguasai jalannya pertandingan dengan 68% penguasaan bola dan melepaskan 21 tembakan.

Kurangnya efektivitas dalam penyelesaian akhir menjadi masalah utama bagi Korea Selatan. Peluang demi peluang yang diciptakan gagal dikonversi menjadi gol, yang akhirnya harus dibayar mahal dengan kekalahan. Situs resmi AFC bahkan menyoroti kegagalan Korea Selatan dalam memanfaatkan peluang sebagai faktor penentu kekalahan.

Kekalahan ini menempatkan Korea Selatan di posisi ketiga klasemen Grup C, di bawah Yaman dan Indonesia. Untuk menjaga asa lolos ke babak perempat final dan mengamankan tiket ke Piala Dunia U-17 2025, Korea Selatan wajib meraih kemenangan dalam dua pertandingan sisa melawan Afghanistan dan Yaman.

Reaksi Keras Media Korea Selatan

Media-media Korea Selatan tidak tinggal diam menyikapi kekalahan memalukan ini. Berbagai artikel dan opini bernada keras bermunculan, mengkritik performa timnas U-17 dan menyoroti masalah-masalah yang melanda sepak bola Korea Selatan secara keseluruhan.

Beberapa contoh tajuk berita yang menunjukkan kekecewaan mendalam media Korea Selatan:

  • STN Sports: "Sepak bola Korea Selatan, yang membanggakan dirinya sebagai kekuatan Asia, telah dihina."
  • Xports News: "Sepak bola Korea Selatan runtuh setelah kekalahan yang mengejutkan."
  • Osen: "Masa kegelapan sepak bola Korea Selatan."
  • Ohmy News: "Teori krisis sepak bola Korea kembali mencuat. Kali ini kekalahan menyakitkan dari Indonesia."

Krisis Sepak Bola Korea Selatan?

Lebih jauh lagi, beberapa media Korea Selatan juga mengangkat isu krisis yang tengah melanda sepak bola negara mereka. Selain kekalahan dari Indonesia U-17, ada sejumlah faktor lain yang menjadi perhatian, seperti kontroversi pemilihan kembali Chung Mong-gyu sebagai Presiden Asosiasi Sepak Bola Korea, ketidakadilan dalam penunjukan pelatih timnas Hong Myung-bo, dan performa timnas senior yang kurang memuaskan.

Beberapa catatan buruk yang disoroti:

  • Timnas senior kesulitan meraih kemenangan melawan tim-tim di luar 100 besar FIFA.
  • Hasil imbang melawan Malaysia di Piala Asia 2023.
  • Hasil imbang melawan Palestina.
  • Kekalahan dari Indonesia di Piala Asia U-23 2024 yang menggagalkan partisipasi di Olimpiade untuk pertama kalinya dalam 40 tahun.

Kondisi infrastruktur sepak bola Korea Selatan juga menjadi sorotan. Meskipun telah menghasilkan pemain-pemain bintang seperti Son Heung-min dan Kim Min-Jae, beberapa pihak menilai bahwa infrastruktur sepak bola negara tersebut mengalami kemunduran.

"Son perlahan-lahan melewati masa jayanya dan hanya Lee Kang-in yang tersisa untuk mengikutinya," tulis Ohmy News, menggarisbawahi kurangnya regenerasi pemain berkualitas di Korea Selatan.

"Kami memiliki terlalu sedikit pemain yang bermain di Eropa untuk menciptakan persaingan hebat di tim nasional," tambah mereka, menyoroti kurangnya pemain yang memiliki pengalaman bermain di liga-liga top Eropa.

Kekalahan dari Indonesia U-17 menjadi momentum bagi media dan publik Korea Selatan untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap kondisi sepak bola negara mereka. Pertanyaan-pertanyaan mengenai strategi pengembangan pemain muda, kualitas infrastruktur, dan tata kelola sepak bola nasional pun mencuat ke permukaan.