Diversifikasi Pasar Jadi Strategi Vietnam Hadapi Tekanan Tarif Impor AS

Vietnam Respon Tarif Impor AS dengan Diversifikasi Pasar

Hanoi, Vietnam - Perdana Menteri Vietnam, Pham Minh Chinh, menegaskan bahwa Amerika Serikat (AS) memang merupakan pasar ekspor terbesar bagi Vietnam, namun bukan satu-satunya. Pernyataan ini menjadi landasan strategi Vietnam dalam menghadapi potensi dampak tarif impor yang diberlakukan AS. Chinh mendorong pelaku usaha Vietnam untuk lebih aktif menjajaki peluang pasar di negara lain, sebagai langkah antisipasi terhadap kebijakan perdagangan yang mungkin merugikan.

Chinh secara khusus menyerukan restrukturisasi ekspor Vietnam, dengan tujuan mendiversifikasi pasar. Hal ini diungkapkannya dalam rapat pemerintah yang diselenggarakan pada hari Minggu, 6 April 2025. Dia menekankan pentingnya meningkatkan kualitas produk Vietnam agar dapat bersaing di pasar-pasar potensial lainnya.

"Pasar ekspor perlu direstrukturisasi, dan kualitas barang harus ditingkatkan untuk menembus pasar-pasar potensial lainnya seperti Timur Tengah, Eropa Timur, Asia Tengah, Amerika Latin, India, dan ASEAN," ujar Chinh.

Menurutnya, kondisi ini justru menjadi momentum bagi Vietnam untuk melakukan restrukturisasi ekonomi secara menyeluruh, dengan fokus pada pengembangan yang lebih cepat dan berkelanjutan. Pemanfaatan sains, teknologi, dan inovasi akan menjadi kunci dalam mencapai tujuan tersebut.

Komitmen Vietnam untuk diversifikasi pasar, produk, dan rantai pasokan ditegaskan kembali oleh Chinh. Ia menekankan pentingnya kerjasama dengan mitra global untuk mencapai tujuan ini. Hubungan ekonomi dan perdagangan antara Vietnam dan AS dilihat sebagai bagian dari kerangka hubungan yang lebih luas, yang mencakup negara-negara yang terikat dengan Vietnam melalui perjanjian perdagangan bebas dan perjanjian internasional lainnya.

Tantangan dan Target Pertumbuhan Ekonomi

Vietnam termasuk dalam daftar negara yang dikenakan tarif timbal balik tertinggi oleh AS, yaitu sebesar 46%. Kebijakan ini dijadwalkan mulai berlaku pada tanggal 9 April 2025. Menteri Keuangan Vietnam, Nguyen Van Thang, memperingatkan bahwa tantangan ekonomi yang signifikan akan muncul sebagai akibat dari tekanan ini. Stabilitas ekonomi makro juga menghadapi risiko yang meningkat.

Thang menjelaskan bahwa tarif impor AS sebesar 46% dapat berdampak luas pada perekonomian Vietnam. Hambatan ekspor ke AS berpotensi merugikan sektor manufaktur, mengurangi daya tarik investasi asing langsung (FDI), menurunkan investasi swasta, menekan konsumsi domestik, dan menyebabkan hilangnya lapangan kerja.

"Ini merupakan tekanan yang sangat besar untuk mencapai target pertumbuhan pemerintah," kata Thang.

Vietnam menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar minimal 8% pada tahun 2025. Meskipun menghadapi tekanan tarif dan persaingan perdagangan, pemerintah tetap berkomitmen untuk mencapai target ini. Kementerian Keuangan Vietnam memperkirakan bahwa PDB harus tumbuh sebesar 8,3% selama sembilan bulan terakhir tahun 2025 untuk mencapai target tersebut, setelah ekonomi tumbuh sebesar 6,9% pada kuartal pertama.

Kementerian Keuangan mendesak dilakukannya pembicaraan bilateral yang lebih intensif dengan AS untuk menegosiasikan tarif yang adil dan menyeimbangkan kepentingan bersama. Selain itu, Nguyen juga menyerukan stabilisasi ekonomi makro, peningkatan investasi publik dan FDI, pengembangan pasar domestik, serta perbaikan undang-undang dan lingkungan bisnis.

Dampak Global dan Respon Vietnam

Chinh juga menyoroti potensi dampak negatif dari kebijakan tarif impor AS dan meningkatnya ketegangan perdagangan terhadap perdagangan global dan rantai pasokan. Ia mencatat bahwa berbagai respon dari negara-negara lain dan penurunan pasar saham dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia.

Namun, Chinh menekankan sikap proaktif yang telah diambil Vietnam sejak awal tahun 2025.

"Sejak awal tahun, Vietnam telah mengambil semua tindakan yang mungkin," tegasnya.

Mengenai pertumbuhan ekonomi Vietnam sebesar 6,93% pada kuartal pertama 2025, yang merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir, Chinh menyebutnya sebagai "sinyal positif" di tengah kondisi regional dan global yang menantang.

Tantangan Internal dan Solusi yang Diusulkan

Meski demikian, Vietnam masih menghadapi tantangan internal, seperti tekanan nilai tukar dan suku bunga, pemulihan daya beli yang lambat, kesenjangan kebijakan tanah dan real estat, serta lambatnya pencairan investasi publik.

Chinh meminta seluruh anggota pemerintah untuk mengusulkan solusi guna mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8% atau lebih tinggi. Ia menekankan pentingnya mengurai hambatan kelembagaan, memangkas birokrasi, mengurangi beban kepatuhan, serta mendorong investasi publik dan mesin pertumbuhan ekonomi lainnya.

Daftar solusi yang diusulkan:

  • Mengurai hambatan kelembagaan
  • Memangkas birokrasi
  • Mengurangi beban kepatuhan
  • Mendorong investasi publik dan mesin pertumbuhan ekonomi lainnya.