IHSG Tertekan Sentimen Global: Kebijakan Tarif Trump Ancam Pelemahan Rupiah dan Pertumbuhan Ekonomi

Sentimen Global Membayangi Perdagangan Saham, IHSG Berpotensi Terkoreksi

Perdagangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Selasa (8/4/2025) diwarnai kekhawatiran investor terhadap sentimen global, terutama kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kebijakan ini dinilai dapat memicu aksi jual dan menekan kinerja pasar saham.

Analis dari Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, mengungkapkan bahwa pasar Asia telah merespons negatif kebijakan tarif AS. Indeks Nikkei di Jepang dan VN Index di Vietnam mengalami penurunan tajam akibat kebijakan tersebut. Hal ini disebabkan karena kedua negara tersebut memiliki volume ekspor produk otomotif dan manufaktur yang tinggi ke AS, sehingga rentan terhadap tekanan ekonomi.

"Support psikologis IHSG berada di level 6.000–6.100. Jika level ini jebol, maka potensi tren penurunan jangka panjang akan semakin besar," ujar Audi.

Audi menambahkan bahwa kebijakan tarif AS berpotensi menimbulkan efek domino, mulai dari melemahkan nilai tukar rupiah hingga menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Nomura Asia bahkan telah merevisi proyeksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dari 4,9 persen menjadi 4,7 persen (year on year).

Kebijakan Tarif Trump: Beban Baru Bagi Perdagangan Indonesia

Kebijakan tarif timbal balik yang diterapkan Trump menetapkan tarif dasar 10 persen untuk lebih dari 180 negara, ditambah tarif tambahan berdasarkan defisit perdagangan masing-masing negara. Indonesia, dengan surplus perdagangan nonmigas terbesar dengan AS senilai 16,84 miliar dollar AS, dikenai tarif sebesar 32 persen.

"Dampak kebijakan ini akan signifikan bagi produsen ekspor. Current account deficit (CAD) berpotensi melebar, dan rupiah berisiko tertekan," jelas Audi.

Faktor-faktor Lain yang Mempengaruhi Pasar

Selain kebijakan tarif AS, terdapat faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi pergerakan pasar, antara lain:

  • Harga Komoditas Energi yang Melemah: Rencana OPEC+ untuk meningkatkan produksi minyak sebesar 440.000 barel per hari mulai Mei 2025 telah menekan harga minyak mentah. Hal ini berdampak negatif pada harga komoditas unggulan Indonesia, seperti batu bara, tembaga, CPO, dan nikel.

    Berikut rincian penurunan harga komoditas:

    • Batu bara: Turun ke level 97 dollar AS per ton.
    • Tembaga: Turun 9 persen.
    • CPO: Merosot ke bawah 4.300 ringgit Malaysia per ton.
    • Nikel: Anjlok ke bawah level psikologis 15.000 dollar AS per ton.
  • Kekhawatiran The Fed: Ketua The Fed, Jerome Powell, mengungkapkan kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi dan tekanan inflasi di AS. Hal ini dapat memicu gejolak ekonomi global.

Trump sendiri menyebut kebijakan tarif ini sebagai "Hari Pembebasan" dan menegaskan komitmennya untuk melindungi kepentingan ekonomi AS.