Arus Balik Usai, Kereta Api Antar Pemudik yang Tertunda: Kisah Rindu di Balik Keterlambatan Cuti
Keterlambatan Mudik: Kisah di Balik Arus Balik
Jakarta, [Tanggal Hari Ini] - Di tengah hiruk pikuk arus balik Lebaran 2025 (1446 H) yang memadati stasiun-stasiun di Jakarta, terselip cerita tentang mereka yang baru bisa memulai perjalanan mudik. Keterlambatan cuti menjadi alasan utama, memaksa mereka untuk mengorbankan momen kebersamaan di hari raya Idulfitri dan baru bisa bertolak ke kampung halaman setelah H+6 Lebaran.
Di Stasiun Pasar Senen, antrean panjang terlihat di area keberangkatan dan mesin cetak boarding pass. Para pemudik dengan wajah penuh harap, membawa koper dan tas jinjing, bersiap untuk bertemu keluarga tercinta. Sementara itu, di area kedatangan, penumpang yang baru tiba di Jakarta membawa oleh-oleh dan kenangan dari kampung halaman.
Aryo (28), seorang pekerja di Jakarta, menjadi salah satu pemudik yang baru bisa merasakan mudik di H+6 Lebaran. Ia berencana menghabiskan tiga hari di Semarang, Jawa Tengah, sebelum kembali bekerja di Jakarta.
"Baru bisa ambil cuti hari ini. Di Semarang juga nanti cuma 3 hari, Rabu sudah harus balik Jakarta lagi," ujarnya dengan nada lega.
Meskipun singkat, Aryo tetap bersyukur bisa pulang kampung, mengingat tahun sebelumnya ia tidak memiliki kesempatan tersebut karena padatnya pekerjaan. Kebahagiaan sederhana ini menjadi pengobat rindu bagi mereka yang terpaksa menunda mudik.
Senada dengan Aryo, Cokro (30) juga baru bisa mudik ke Pemalang, Jawa Tengah, setelah tiga tahun absen. Rasa rindu kepada ibunda tercinta menjadi motivasi utama untuk mengambil cuti, meskipun harus menunggu setelah Lebaran.
"Baru sempatnya sekarang. Udah tiga tahun saya nggak pulang. Kangen ibu," ungkap Cokro dengan mata berkaca-kaca.
Ia menceritakan betapa sedihnya melewati hari raya tanpa keluarga, terutama karena ia selalu merayakan Idulfitri bersama orang tua sebelum merantau ke Jakarta. Momen makan bersama dengan hidangan khas Lebaran, seperti rendang dan ketupat, menjadi hal yang paling dirindukannya.
"Masakan ibu juga saya kangen banget. Dulu biasanya lebaran pasti selalu ada opor sama ketupat, sambel goreng. Semenjak nggak bisa pulang, cuma bisa nonton aja di medsos teman-teman pada kumpul foto keluarga," tuturnya.
Fitri, seorang perantau dari Salatiga yang bekerja di sebuah toko di Jakarta, juga mengalami hal serupa. Ia harus menunda mudik karena pembagian cuti kerja dan memilih untuk mudik setelah Lebaran untuk menghindari kemacetan.
"Karena kan gantian sama yang lainnya, jadi memang kita ambil cutinya setelah Lebaran, biar juga menghindari kemacetan kemarin. Gitu aja sih," jelas Fitri.
Ia mengakui kehilangan momentum Idulfitri karena tidak bisa merayakan bersama keluarga besar. Namun, ia tetap bersyukur bisa bertemu dengan anak, suami, dan orang tua di Salatiga.
"Iya, tetap pastilah (kehilangan suasana Lebaran). Ini kan saudara-saudara yang jauh juga udah mulai pada pulang. Jadi kehilangan, tapi yang penting ketemu anak sama suami sama orang tua di rumah," kata Fitri.
Fitri memilih menggunakan kereta api dari Stasiun Gambir untuk menghindari kemacetan dan mendapatkan waktu istirahat yang lebih baik.
Pengorbanan Petugas Kebersihan
Di sisi lain, ada pula mereka yang harus menunda mudik demi memastikan kelancaran arus balik. Indra, seorang petugas kebersihan di Stasiun Gambir, menjadi salah satu contohnya. Ia harus bekerja ekstra selama masa mudik Lebaran dan baru bisa pulang kampung ke Cianjur setelah posko arus mudik-balik selesai.
"Tahun ini mudiknya ya mungkin habis posko (arus mudik-balik)," ujarnya.
Meski merasa kehilangan momen Lebaran bersama keluarga, Indra memahami konsekuensi pekerjaannya dan keluarganya pun telah mengerti hal tersebut. Baginya, ini bukan pertama kalinya ia tidak merayakan Lebaran bersama keluarga.
"Sudah biasa sih kalau ini lebaran udah biasa juga gitu. Jadi kayak ya udah ngertiin juga keluarga ya. Kalau suasana (Lebaran) juga ya pastilah ngerasain gitu sedikit, kurangnya, sama kumpul keluarga gitu," tutup Indra.
Kisah-kisah ini menjadi pengingat bahwa di balik kelancaran arus balik Lebaran, terdapat pengorbanan dan kerinduan yang mendalam dari mereka yang terpaksa menunda mudik. Semangat untuk bertemu keluarga tetap menjadi motivasi utama, meskipun harus melewati hari raya dalam kesederhanaan.