Komnas HAM Desak Pengusutan Tuntas Pembunuhan Jurnalis Banjarbaru, Junalistik Investigasi Jadi Sorotan
Komnas HAM Dorong Investigasi Mendalam Kasus Pembunuhan Jurnalis di Banjarbaru
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) secara tegas menyerukan pengusutan tuntas dan transparan terhadap kasus pembunuhan Juwita, seorang jurnalis yang bertugas di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Desakan ini muncul menyusul temuan yang mengindikasikan adanya kejanggalan dalam kematian Juwita, yang ditemukan meninggal dunia pada 22 Maret 2025 lalu di kawasan Gunung Kupang, Cempaka, Banjarbaru.
Komisioner Komnas HAM, Uli Parulian, menyampaikan kepada awak media pada Senin, 7 April 2025, bahwa pihaknya tengah mendalami kasus ini dengan serius. Ia menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan transparan, serta meminta agar penyelidikan dilakukan secara komprehensif dengan menerapkan metode scientific crime investigation.
"Kami meminta agar penyelidikan dan penyidikan kasus ini dilakukan berbasis ilmiah, dengan memanfaatkan digital forensik dan forensik kedokteran," tegas Uli Parulian.
Selain itu, Komnas HAM juga menyoroti perlunya perlindungan terhadap saksi-saksi yang terlibat dalam kasus ini, serta upaya pemulihan bagi keluarga korban. Hal ini penting untuk memastikan proses hukum berjalan lancar dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang terkait.
"Perlindungan saksi dan korban, serta pemulihan keluarga korban adalah hal yang krusial. Kami menghormati proses penyelidikan dan penyidikan yang tengah dilakukan oleh Denpomal Banjarmasin," imbuhnya.
Kejanggalan di Lokasi Kejadian
Kasus ini bermula ketika Juwita ditemukan tergeletak di tepi jalan di Gunung Kupang bersama sepeda motornya. Pada awalnya, muncul dugaan bahwa Juwita menjadi korban kecelakaan tunggal. Namun, warga yang pertama kali menemukan jasad korban tidak melihat adanya tanda-tanda kecelakaan lalu lintas. Kecurigaan semakin menguat ketika ditemukan sejumlah luka lebam di bagian leher korban. Keluarga korban juga melaporkan bahwa ponsel milik Juwita tidak ditemukan di lokasi kejadian.
Keterangan ini memunculkan spekulasi bahwa Juwita menjadi korban pembunuhan. Terlebih lagi, pelaku pembunuhan diduga adalah seorang anggota TNI AL bernama Jumran. Fakta ini semakin memperumit kasus ini dan menuntut penanganan yang ekstra hati-hati dan transparan.
Urgensi Jurnalistik Investigasi
Kasus pembunuhan Juwita ini menjadi pengingat akan risiko yang dihadapi oleh para jurnalis dalam menjalankan tugasnya. Jurnalistik investigasi, yang seringkali mengungkap fakta-fakta yang sensitif dan melibatkan kepentingan pihak-pihak tertentu, dapat menjadi pekerjaan yang berbahaya. Oleh karena itu, perlindungan terhadap jurnalis dan kebebasan pers menjadi hal yang sangat penting dalam negara demokrasi.
Komnas HAM berharap agar kasus pembunuhan Juwita ini dapat diusut tuntas dan para pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal ini akan menjadi pesan yang jelas bahwa kekerasan terhadap jurnalis tidak akan ditoleransi dan kebebasan pers akan selalu dilindungi.
Langkah Selanjutnya
Komnas HAM akan terus mengawal perkembangan kasus ini dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, termasuk kepolisian dan TNI AL, untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan baik. Pihaknya juga akan memberikan dukungan kepada keluarga korban dan memastikan bahwa hak-hak mereka terpenuhi.
Kasus pembunuhan Juwita ini menjadi ujian bagi penegakan hukum dan perlindungan kebebasan pers di Indonesia. Diharapkan, kasus ini dapat diselesaikan dengan adil dan transparan, serta menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak untuk menghormati dan melindungi hak-hak jurnalis dalam menjalankan tugasnya.