Rupiah Tertekan Sentimen Global: Analis Prediksi Level 17.000 Terancam
Rupiah Tertekan Sentimen Global: Analis Prediksi Level 17.000 Terancam
Jakarta, Indonesia - Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS berada di bawah tekanan signifikan, dengan proyeksi dari para analis keuangan menunjukkan potensi pelemahan hingga menembus level psikologis 17.000 per Dolar AS. Sentimen negatif global, didorong oleh kebijakan tarif AS dan meningkatnya ketegangan geopolitik, menjadi faktor utama yang membebani mata uang Garuda.
Ariston Tjendra, seorang pengamat pasar uang, menyoroti kebijakan tarif Presiden AS sebagai pemicu utama ketidakpastian. Respon keras dari negara-negara yang terkena dampak tarif semakin memperburuk suasana pasar. "Kekhawatiran pasar terhadap perlambatan ekonomi global akibat perang dagang mendorong investor untuk mencari tempat berlindung yang aman, beralih ke aset-aset yang dianggap lebih stabil," jelas Ariston.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelemahan Rupiah
- Kebijakan Tarif AS: Kebijakan perdagangan proteksionis AS memicu kekhawatiran akan perang dagang global dan perlambatan ekonomi.
- Data Tenaga Kerja AS yang Kuat: Data Nonfarm Payrolls AS yang lebih baik dari perkiraan memperkuat posisi Dolar AS terhadap mata uang lainnya, termasuk Rupiah.
- Ketegangan Geopolitik: Perang senjata dan konflik global lainnya menambah sentimen negatif di pasar keuangan.
- Sentimen Risk-Off: Investor cenderung menghindari aset berisiko dan mencari aset yang lebih aman, seperti Dolar AS, di tengah ketidakpastian global.
Lukman Leong, pengamat pasar uang lainnya, juga mengamini pandangan tersebut. "Sentimen risk-off sangat kuat di pasar, dan banyak mata uang negara berkembang mengalami pelemahan," katanya. Pernyataan Menteri Perdagangan AS yang menegaskan bahwa kebijakan tarif tidak akan ditunda semakin memperburuk suasana.
Sementara itu, terdapat dinamika menarik di pasar mata uang global. Meskipun Rupiah dan mata uang emerging market lainnya melemah, mata uang utama seperti Yuan China (CHY), Yen Jepang (JPY), Euro (EUR), dan Poundsterling Inggris (GBP) justru menunjukkan penguatan.
Pada perdagangan Senin (7/4/2025) pukul 09.13 WIB, nilai tukar Rupiah di pasar spot tercatat pada level 16.920,5 per Dolar AS, melemah 1,61 persen atau sekitar 268 poin dibandingkan penutupan sebelumnya. Rupiah sebelumnya sempat menyentuh level di atas 17.000 per Dolar AS di pasar non-deliverable forward (NDF), yang merupakan kontrak derivatif valuta asing untuk transaksi di masa depan.
Implikasi dan Outlook
Pelemahan Rupiah ini dapat berdampak pada berbagai sektor ekonomi, termasuk:
- Inflasi: Biaya impor yang lebih mahal dapat mendorong inflasi.
- Utang Luar Negeri: Beban utang dalam denominasi Dolar AS akan meningkat.
- Daya Beli Masyarakat: Pelemahan Rupiah dapat mengurangi daya beli masyarakat, terutama untuk produk-produk impor.
Para analis merekomendasikan agar pemerintah dan Bank Indonesia (BI) mengambil langkah-langkah untuk menstabilkan Rupiah dan menjaga kepercayaan investor. Langkah-langkah tersebut dapat berupa:
- Intervensi Pasar: BI dapat melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menahan pelemahan Rupiah.
- Kebijakan Moneter: BI dapat menyesuaikan suku bunga untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
- Koordinasi Kebijakan: Pemerintah dan BI perlu berkoordinasi untuk menjaga stabilitas ekonomi makro.
Dengan ketidakpastian global yang masih tinggi, prospek Rupiah dalam jangka pendek masih akan dipengaruhi oleh sentimen eksternal. Investor dan pelaku pasar perlu terus memantau perkembangan situasi global dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengelola risiko.