Phoebe Gates Ungkap Dilema Menjadi Anak Orang Terkenal: Antara Privilese dan Tekanan Pembuktian Diri

Menjadi anak dari tokoh ternama seperti Bill Gates seringkali diasosiasikan dengan kemudahan dan privilese. Namun, bagi Phoebe Gates, anak bungsu dari pendiri Microsoft tersebut, status 'nepo baby' tidak selalu membawa keuntungan semata. Dalam sebuah podcast berjudul 'The Burnouts', Phoebe berbagi pengalamannya tentang kompleksitas yang dihadapi sebagai putri dari seorang miliarder.

Dilema Identitas di Lingkungan Akademis

Phoebe, yang merupakan lulusan Stanford University dengan jurusan Human Biology, mengakui bahwa ia merasakan tekanan untuk membuktikan diri, terutama di lingkungan akademis. Ia menyadari betul bahwa orang lain mengenalinya sebagai anak Bill Gates, namun ia merasa minder karena minimnya pengalaman dibandingkan dengan rekan-rekannya. Keinginan untuk membuktikan bahwa dirinya lebih dari sekadar 'anak orang kaya' menjadi motivasi sekaligus beban.

"Aku punya banyak 'insecurity' dan keinginan untuk membuktikan diriku sendiri di Stanford. Aku datang seperti, 'Aku sangat berprivilese, aku nepo baby'. Aku punya banyak 'insecurity' tentang itu. Aku merasa sangat berat ketika kamu anak baru di kampus karena kamu tidak punya pengalaman. Kamu tidak punya apa-apa," ungkap Phoebe.

Kegagalan dan Penolakan: Pelajaran Berharga dalam Dunia Bisnis

Salah satu pengalaman yang membekas bagi Phoebe adalah ketika proposal bisnisnya ditolak di kelas bisnis. Ide 'bluetooth tampon' yang dapat memberikan informasi kesehatan wanita selama menstruasi ternyata tidak memenuhi ekspektasi dosen. Kegagalan ini menjadi pelajaran berharga baginya tentang pentingnya menjawab pertanyaan mendasar seperti masalah apa yang dipecahkan oleh bisnis tersebut dan bagaimana bisnis tersebut menghasilkan uang.

"Ini adalah kegagalan besar pertama kami dari sekian banyak kegagalan. Aku pikir tidak mengejutkan bahwa kami ditolak mentah-mentah dari kelas ini - tapi mereka bertanya masalah apa yang bisa dipecahkan oleh bisnis ini? Bagaimana bisnis ini menghasilkan uang? Kami tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan itu," jelasnya.

Tak hanya di lingkungan kampus, Phoebe juga menghadapi penolakan dari orang lain, termasuk ayahnya sendiri. Bill Gates pernah menolak permintaan putrinya untuk berhenti kuliah demi mengejar perusahaan pertamanya, meskipun ia sendiri pernah melakukan hal serupa. Aplikasi bernama Phia, yang digagas Phoebe sebagai cara baru berbelanja online, juga sempat diragukan oleh ayahnya. Namun, berkat didikan dan ilmu yang diperoleh dari Bill Gates, Phoebe tidak menyerah begitu saja.

Ketahanan dan Kerentanan: Kunci Menghadapi Tantangan

Phoebe menyadari bahwa ketahanan dan kemampuan untuk bangkit kembali setelah mengalami kegagalan adalah hal yang penting. Ia belajar untuk tidak takut menghadapi penolakan dan terus berusaha mengembangkan diri. Ia juga menekankan pentingnya kerentanan dan keberanian untuk mengakui kelemahan diri.

"Kebiasaan yang kami miliki dan aku pikir sangat baik di awal adalah terus-menerus berusaha dan terus-menerus menerima penolakan. Kami sering mendapat tanggapan, 'Tolong pergi dan jangan pernah mengirimi email lagi'. Tapi kami tetap akan merespon lagi. Aku benar-benar merasa pelajaran terbesar dari ini adalah kerentanan tidak memalukan," katanya.

Kisah Phoebe Gates memberikan perspektif baru tentang realitas menjadi anak dari orang terkenal. Di balik privilese yang didapatkan, terdapat tekanan untuk membuktikan diri, menghadapi ekspektasi yang tinggi, dan belajar dari kegagalan. Pengalaman Phoebe menunjukkan bahwa kesuksesan sejati tidak hanya diwariskan, tetapi juga diraih melalui kerja keras, ketekunan, dan keberanian untuk menjadi diri sendiri.