Evakuasi Banjir Tebet: Ketiadaan Pelampung Diduga Sebabkan Tewasnya Bocah Tiga Tahun

Evakuasi Banjir Tebet: Ketiadaan Pelampung Diduga Sebabkan Tewasnya Bocah Tiga Tahun

Tragedi meninggalnya bocah tiga tahun berinisial A di Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan, pada Selasa (4/3/2025) menimbulkan pertanyaan serius terkait prosedur evakuasi banjir. Kejadian yang berujung pada kematian A terjadi saat evakuasi banjir yang dilakukan oleh petugas. Siti (32), bibi korban, mengungkapkan bahwa baik A maupun dirinya tidak diberikan pelampung oleh petugas saat berada di perahu karet yang digunakan untuk evakuasi. Pernyataan ini diungkapkan Siti pada Rabu (5/3/2025).

"Yang pakai pelampung itu hanya petugas Damkar," ujar Siti. "Sedangkan korban, termasuk saya, tidak diberikan pelampung. Padahal arus sungai saat itu sangat deras." Siti menjelaskan bahwa perahu karet yang membawa empat orang, termasuk A yang saat itu berada di pelukan ibunya, terbalik karena terhantam tembok akibat arus yang kuat dan perahu yang bergerak mundur. Insiden ini mengakibatkan A terlepas dari pelukan ibunya dan hanyut terbawa arus.

Kejadian ini diperkuat oleh keterangan Kapolsek Tebet, Kompol Murodih. Kompol Murodih dalam keterangannya pada Selasa (4/3/2025) menyatakan bahwa perahu karet yang membawa A dan empat orang lainnya terbalik di Jalan Gg. Perintis RT 10/10, Kebon Baru, akibat derasnya arus sungai. Kejadian ini menyorot pentingnya kesiapan dan prosedur evakuasi yang memadai, termasuk penyediaan alat keselamatan seperti pelampung bagi seluruh korban yang dievakuasi.

Ketiadaan pelampung bagi korban banjir ini menjadi sorotan tajam. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan tentang standar operasional prosedur (SOP) evakuasi banjir yang diterapkan. Apakah prosedur tersebut telah berjalan sesuai dengan standar keamanan yang ditetapkan? Apakah petugas telah memberikan arahan dan memastikan keselamatan seluruh penumpang perahu? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab untuk mencegah terjadinya tragedi serupa di masa mendatang. Investigasi menyeluruh sangat dibutuhkan untuk memastikan pertanggungjawaban dan perbaikan dalam prosedur evakuasi banjir.

Siti berharap agar peristiwa ini menjadi pelajaran berharga dan tidak terulang kembali. "Saya berharap agar ke depannya evakuasi dilakukan dengan lebih baik lagi, dengan memastikan seluruh korban mendapat pelampung untuk keamanan mereka," tambahnya. Kejadian ini menjadi pengingat pentingnya prioritas keselamatan jiwa dalam setiap operasi penyelamatan, khususnya dalam situasi darurat seperti bencana banjir.

Langkah-langkah konkret yang perlu dilakukan termasuk pelatihan yang lebih intensif bagi petugas evakuasi, penyediaan peralatan keselamatan yang memadai, serta pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan SOP evakuasi. Dengan demikian, diharapkan tragedi serupa dapat dihindari dan keselamatan warga terdampak banjir dapat dijamin.