Kebijakan Tarif Trump Beri Angin Segar Bagi Industri Otomotif China
Kebijakan Tarif Trump Beri Angin Segar Bagi Industri Otomotif China
Kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terhadap kendaraan dan suku cadang impor, ternyata membuka peluang emas bagi produsen otomotif asal China. Alih-alih merugikan, langkah proteksionis ini justru berpotensi meningkatkan daya saing industri otomotif China di pasar global.
Gedung Putih mengklaim bahwa tarif impor bertujuan untuk melindungi industri otomotif domestik AS, memperkuat basis industri, dan memperkokoh rantai pasokan. Pada tahun lalu, nilai impor kendaraan dan suku cadang Amerika Serikat dari negara-negara seperti Meksiko, Jepang, Jerman, Korea Selatan, dan Kanada mencapai angka fantastis, yakni US$ 475 miliar.
Pergeseran Lanskap Persaingan
Sejak perang dagang yang digulirkan Trump tujuh tahun lalu, ruang gerak produsen otomotif China di pasar AS memang terbatas. Kala itu, Trump memberlakukan tarif terhadap barang-barang asal China senilai US$ 380 miliar. Pembatasan ini semakin diperketat dengan rencana AS untuk melarang penjualan perangkat keras atau perangkat lunak buatan China yang terhubung ke kendaraan mulai tahun 2027, dengan alasan keamanan nasional. Sistem konektivitas ini, yang lazim ditemukan pada kendaraan listrik, memungkinkan pertukaran data melalui Bluetooth, Wi-Fi, atau satelit.
Namun, menurut Sam Fiorani, Wakil Presiden AutoForecast Solutions, kebijakan tarif Trump justru memberikan keuntungan strategis bagi produsen mobil China dalam jangka panjang. Dengan merek-merek Eropa, Jepang, dan Korea Selatan yang terbebani secara finansial oleh tarif AS, merek-merek China kini memiliki kesempatan untuk memperlemah posisi pesaing.
"Biaya berbisnis di AS akan merugikan setiap produsen mobil di pasar itu, tetapi produsen China tidak bergantung pada AS untuk pendapatan signifikan," ujar Fiorani.
Keuntungan paling nyata terletak pada pasar kendaraan listrik (EV). China saat ini menjadi rumah bagi enam dari sepuluh produsen mobil listrik dengan penjualan tertinggi di dunia. Hal ini menempatkan mereka pada posisi yang sangat menguntungkan untuk memanfaatkan pergeseran global menuju kendaraan listrik.
Dampak Jangka Panjang
Tu Le, pendiri dan Direktur Pelaksana Sino Auto Insights, berpendapat bahwa kebijakan tarif Trump dan dorongan terhadap manufaktur dalam negeri di AS dapat membuat merek-merek AS kurang kompetitif dalam jangka panjang, yang pada akhirnya akan menguntungkan China. Alih-alih berinvestasi dalam energi bersih atau infrastruktur pengisian daya, fokus mereka justru tertuju pada upaya membawa pabrik-pabrik kembali ke Amerika Serikat.
"Kenyataannya, jika keadaan terus berlanjut seperti ini di industri otomotif AS, industri itu bisa jadi tidak kompetitif dalam empat tahun," kata Le.
Namun, dampaknya tidak merata. Meskipun produsen mobil China berpotensi meraup keuntungan, produsen suku cadang justru menghadapi tantangan yang lebih berat. Industri suku cadang masih sangat bergantung pada produsen asal Amerika Serikat. Nick Marro, ekonom utama untuk Asia di Economist Intelligence Unit, menjelaskan bahwa produsen mobil China tidak banyak menjual di AS, terutama karena tarif tinggi untuk kendaraan listrik. Namun, produsen suku cadang mobil China secara historis menganggap AS sebagai pasar utama.
Kesimpulan:
Kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Donald Trump menghadirkan paradoks dalam industri otomotif global. Sementara tujuan awalnya adalah melindungi industri dalam negeri AS, kebijakan ini justru membuka peluang bagi produsen mobil China untuk meningkatkan daya saing mereka, terutama di pasar kendaraan listrik. Namun, produsen suku cadang China harus bersiap menghadapi tantangan yang lebih besar karena ketergantungan mereka pada pasar AS. Persaingan yang semakin ketat menuntut inovasi dan adaptasi dari semua pemain di industri otomotif.