Antara Keluarga dan Gemerlap Ibu Kota: Kisah Solihin, 30 Tahun Berjuang di Jakarta
Pengorbanan Seorang Ayah: 30 Tahun Merantau Demi Keluarga di Kampung Halaman
Jakarta, hiruk pikuk ibu kota, magnet bagi jutaan orang untuk mencari peruntungan. Namun, di balik gemerlapnya, tersimpan kisah-kisah pengorbanan. Salah satunya adalah Solihin (51), seorang buruh pabrik yang telah mengabdikan dirinya selama 30 tahun di kawasan Ancol, Jakarta Utara. Meski terpisah jarak dengan keluarganya di Pemalang, Jawa Tengah, ia teguh pada pendiriannya: tidak membawa serta anak dan istrinya ke kerasnya kehidupan Jakarta.
"Dari awal saya mau berumah tangga, saya enggak pernah ada niat bawa keluarga ke sini," ujar Solihin, dengan nada mantap, saat ditemui di Stasiun Pasar Senen, Jakarta. Keputusannya ini bukan tanpa alasan. Ia memandang Jakarta bukanlah lingkungan yang ideal untuk tumbuh kembang anak-anaknya. Ia khawatir akan pergaulan bebas dan dampak negatif lingkungan perkotaan.
Pendidikan Moral dan Agama Sebagai Prioritas Utama
Bagi Solihin, moral dan pendidikan agama anak-anaknya adalah yang utama. Persaingan hidup yang ketat di Jakarta menjadi pertimbangan kedua. Ia berpendapat bahwa di kampung halamannya, pendidikan agama lebih mudah diakses, dengan keberadaan madrasah dan surau yang menjadi tempat anak-anak belajar mengaji.
- Pertimbangan Utama: Perkembangan moral dan spiritual anak-anak
- Alasan Lain:
- Persaingan hidup yang ketat di Jakarta
- Akses pendidikan agama yang lebih mudah di kampung halaman
Setiap bulan, Solihin rutin pulang kampung menggunakan bus untuk melepas rindu dengan keluarganya. Namun, saat Lebaran tiba, ia memilih kereta api untuk menghindari kemacetan parah yang menjadi ciri khas mudik di Indonesia.
"Biasanya pakai bus PO. Tapi kalau momen Lebaran gini, inginnya pakai kereta. Biar lebih nyaman. Dan ya tahu sendiri lah, macet," katanya.
Jakarta Siap Menyambut Pendatang, dengan Catatan
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta sebelumnya menyatakan kesiapannya menyambut arus pendatang pasca Lebaran. Gubernur Jakarta saat itu, Pramono Anung, menekankan pentingnya keterampilan dan kesiapan kerja bagi para pendatang. Ia berharap mereka yang datang ke Jakarta memiliki kemampuan untuk bekerja dengan baik dan berkontribusi positif bagi kota.
"Bagi siapa pun mau datang ke Jakarta, monggo, monggo saja. Tapi sekali lagi, kami tentunya sebagai pemerintah Jakarta mengharapkan orang yang datang ke Jakarta bisa capable untuk bekerja dengan baik," ucap Pramono Anung.
Menariknya, data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) menunjukkan penurunan jumlah pendatang ke Jakarta dalam dua tahun terakhir. Fenomena ini bisa jadi indikasi bahwa semakin banyak orang yang menyadari tantangan hidup di ibu kota dan memilih untuk mengembangkan diri di daerah asal mereka.
Kisah Solihin adalah representasi dari perjuangan banyak perantau di Jakarta. Ia adalah potret seorang ayah yang rela berkorban demi masa depan anak-anaknya, dengan memprioritaskan pendidikan moral dan agama di atas gemerlapnya kehidupan kota. Kisahnya menjadi pengingat bahwa sukses tidak selalu diukur dengan materi, tetapi juga dengan keberhasilan mendidik generasi penerus yang berakhlak mulia.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kompas.com pada Jumat, 21 Maret 2025, fenomena urbanisasi tetap menjadi perhatian utama pemerintah daerah.