Ancaman Krisis Iklim: Industri Asuransi di Ambang Ketidakmampuan Melindungi Aset Global

Krisis Iklim Ancam Stabilitas Industri Asuransi Global

Kenaikan suhu bumi akibat emisi karbon yang terus meningkat menghadirkan ancaman serius bagi industri asuransi global. Proyeksi kenaikan suhu antara 2,2 hingga 3,4 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri, berdasarkan kebijakan iklim saat ini, diprediksi akan memicu kerusakan dahsyat dan berpotensi melumpuhkan kemampuan perusahaan asuransi dalam menawarkan perlindungan.

Gunther Thallinger dari Allianz SE, dalam pernyataannya, memperingatkan bahwa melewati ambang batas 3 derajat Celsius akan memicu serangkaian bencana iklim, termasuk cuaca ekstrem yang merusak properti, menurunkan nilai aset, dan membuat kota-kota menjadi tidak layak huni. Kondisi ini akan menciptakan ketidakseimbangan fundamental dalam bisnis asuransi, di mana premi yang dibutuhkan untuk menutupi risiko akan melampaui kemampuan individu maupun korporasi untuk membayar.

Dampak Nyata dan Ancaman Sistemik

Kondisi "tidak dapat diasuransikan" sudah mulai menjadi kenyataan di beberapa wilayah. Laporan dari Aviva menunjukkan bahwa kerusakan akibat cuaca ekstrem dalam dekade terakhir mencapai $2 triliun, sementara GallagherRE mencatat kerugian sebesar $400 miliar hanya pada tahun 2024. Data ini menggarisbawahi betapa signifikannya dampak finansial yang ditimbulkan oleh krisis iklim.

Lebih jauh lagi, Thallinger menekankan bahwa gagasan adaptasi sebagai solusi tunggal adalah sebuah "kenyamanan palsu." Kenaikan suhu ekstrem akan melampaui batas toleransi manusia, dan upaya seperti meninggikan kota-kota yang rawan banjir tidak akan memadai. Jika suhu bumi naik hingga 3 derajat Celsius, konsekuensinya akan sangat luas, termasuk:

  • Tidak ada lagi hipotek: Risiko terlalu tinggi untuk pemberi pinjaman.
  • Tidak ada pembangunan real estate baru: Investasi jangka panjang menjadi terlalu berisiko.
  • Tidak ada investasi jangka panjang: Ketidakpastian iklim menghambat perencanaan jangka panjang.
  • Tidak ada stabilitas keuangan: Sistem keuangan secara keseluruhan terancam.

Urgensi Transisi Energi dan Aksi Nyata

Thallinger menekankan bahwa solusi satu-satunya adalah mengurangi pembakaran bahan bakar fosil secara drastis atau secara efektif menangkap emisi karbon. Ia berpendapat bahwa biaya untuk tidak bertindak jauh lebih besar daripada biaya yang terkait dengan transisi menuju energi bersih dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Transisi yang berhasil, menurutnya, akan menghasilkan ekonomi yang lebih efisien, kompetitif, dan kualitas hidup yang lebih tinggi.

Senada dengan hal tersebut, Nick Robins dari Just Transition Finance Lab di London School of Economics, menyatakan bahwa analisis dari perusahaan asuransi tidak hanya menyoroti ancaman finansial, tetapi juga ancaman peradaban yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. Ia mendesak agar analisis ini menjadi dasar bagi tindakan nyata, terutama di negara-negara berkembang di belahan bumi selatan.

Kesimpulan

Krisis iklim bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga ancaman eksistensial bagi stabilitas keuangan dan peradaban global. Industri asuransi, yang bertugas mengelola risiko, kini berada di garis depan menghadapi dampak perubahan iklim. Kegagalan untuk bertindak cepat dan mengambil langkah-langkah transformatif akan berakibat fatal, tidak hanya bagi industri asuransi, tetapi juga bagi ekonomi global dan kesejahteraan manusia.