DPR RI Dorong Pemerintah Tempuh WTO Merespons Kebijakan Tarif Impor AS

Respons Tarif Impor AS: DPR RI Minta Pemerintah Aktif di WTO dan Diversifikasi Pasar

Jakarta - Kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump telah memicu respons dari berbagai pihak. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah proaktif dalam menghadapi dampak kebijakan tersebut. Salah satu langkah utama yang disarankan adalah melalui jalur multilateral, khususnya Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

"Kita tidak menginginkan hanya untuk kepentingan adidaya, lalu kepentingan masyarakat global untuk mendapatkan kesejahteraan diabaikan. Indonesia perlu mengajak dunia pada tujuan dibentuknya WTO," tegas Said Abdullah, menyoroti pentingnya peran WTO dalam menjaga keadilan perdagangan global dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pemerintah diharapkan dapat menggunakan forum WTO untuk menyampaikan kekhawatiran dan mencari solusi yang adil bagi semua pihak.

Selain melalui WTO, pemerintah juga didorong untuk melakukan diversifikasi pasar ekspor. Hal ini penting untuk mengurangi ketergantungan pada satu pasar dan memitigasi risiko jika produk ekspor Indonesia mengalami hambatan akibat kebijakan tarif yang tidak kompetitif. "Langkah ini untuk mempertahankan surplus neraca perdagangan," kata Said, menekankan pentingnya menjaga kinerja ekspor Indonesia.

Beberapa langkah strategis lain yang disarankan oleh Banggar DPR RI meliputi:

  • Penguatan Devisa Hasil Ekspor (DHE): Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan penempatan 100 persen DHE di dalam negeri berjalan efektif dan dipatuhi oleh para eksportir. Hal ini akan memperkuat cadangan devisa negara dan mendukung stabilitas ekonomi.
  • Pengembangan Hedging Fund: Penguatan kebijakan hedging fund diperlukan untuk memfasilitasi pembayaran impor oleh para importir. Hal ini akan mengurangi risiko fluktuasi nilai tukar dan memberikan kepastian bagi pelaku usaha.
  • Perluasan Skema Currency Swap: Pemerintah perlu memperluas dan memperdalam skema bilateral currency swap dengan mitra dagang strategis. Hal ini akan mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam pembayaran transaksi perdagangan.
  • Kebijakan Kontra Siklis Fiskal: Pemerintah perlu menyiapkan seperangkat kebijakan kontra siklis pada sisi fiskal untuk membantu dunia usaha menghadapi ketidakpastian global dan kondisi perekonomian domestik yang cenderung menurun.
  • Perbaikan Infrastruktur Pasar Modal: Pemerintah harus memperbaiki infrastruktur dan kebijakan di pasar saham serta pasar keuangan untuk mendorong pasar saham dan keuangan lebih inklusif, serta tetap menjanjikan bagi investor internasional.
  • Komunikasi Publik yang Efektif: Membangun komunikasi publik yang tepercaya, dialogis, dan komunikatif sebagai sumber informasi yang akurat yang dapat dirujuk oleh para pelaku usaha sangatlah krusial.

Kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh AS meliputi tarif minimal 10 persen terhadap semua impor barang dari seluruh dunia. Indonesia sendiri dikenakan tarif impor sebesar 32 persen. Sementara itu, tarif resiprokal yang dikenakan AS terhadap negara-negara ASEAN bervariasi, yaitu Malaysia dan Brunei Darussalam 24 persen, Filipina 17 persen, Singapura 10 persen, Kamboja 49 persen, Laos 48 persen, Vietnam 46 persen, Myanmar 44 persen, dan Thailand 36 persen.

Dengan langkah-langkah strategis yang komprehensif, Indonesia diharapkan dapat menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh kebijakan tarif impor AS dan menjaga stabilitas serta pertumbuhan ekonominya.