Konflik Manusia dan Buaya Meningkat di Berau: Banjir dan Limbah Jadi Pemicu Utama

Konflik Manusia dan Buaya Meningkat di Berau: Banjir dan Limbah Jadi Pemicu Utama

BERAU, Kalimantan Timur - Intensitas hujan tinggi dan meluapnya sungai di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, memicu peningkatan kemunculan buaya di area permukiman. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Berau melaporkan setidaknya tujuh insiden kemunculan buaya sejak awal Januari hingga awal April 2025. Laporan ini termasuk satu kasus penyerangan terhadap penduduk, menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat setempat.

Faktor-faktor Pemicu Kemunculan Buaya

Nofian Hidayat, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Berau, mengungkapkan beberapa faktor utama yang menyebabkan peningkatan interaksi antara manusia dan buaya:

  • Gangguan Habitat Akibat Banjir: Banjir memaksa buaya keluar dari habitat alaminya. Kenaikan debit air sungai menyebabkan buaya mencari wilayah yang lebih dangkal, seringkali sampai ke area permukiman.

  • Pembuangan Limbah Organik ke Sungai: Kebiasaan masyarakat membuang limbah organik seperti bangkai ayam dan sisa ikan ke sungai menarik buaya ke dekat pemukiman. Buaya mengasosiasikan area tersebut dengan sumber makanan, meningkatkan risiko interaksi negatif.

Faktor-faktor ini menekankan perlunya pengelolaan lingkungan yang lebih baik dan perubahan perilaku masyarakat untuk mengurangi risiko konflik antara manusia dan satwa liar.

Imbauan Kewaspadaan dan Tindakan Pencegahan

BPBD Berau mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan saat beraktivitas di sungai. Beberapa langkah pencegahan yang disarankan meliputi:

  • Penggunaan Pelampung: Wajib menggunakan pelampung saat naik perahu untuk mengurangi risiko jika terjadi insiden.
  • Hindari Berenang di Area Sepi: Tidak berenang atau mandi di sungai yang sepi dan berair keruh, karena kondisi ini ideal bagi buaya untuk bersembunyi.
  • Aktivitas Berkelompok: Jika terpaksa turun ke sungai, lakukan secara berkelompok. Jika sendiri, buatlah suara atau gerakan untuk mengusir buaya yang mungkin bersembunyi di dekatnya.

Mengenali Tanda Keberadaan Buaya dan Tindakan Darurat

Masyarakat juga diimbau untuk mengenali tanda-tanda keberadaan buaya di sekitar sungai, seperti jejak di tepi sungai atau riak air yang tidak biasa. Jika diserang buaya, Nofian menyarankan untuk menyerang balik bagian mata buaya, yang merupakan titik lemahnya, dan segera berusaha naik ke darat.

Sayangnya, awal April 2025, insiden tragis terjadi di kawasan WBD (Wilayah Bebas Darurat), di mana seorang warga diduga diseret buaya dan belum ditemukan hingga saat ini. Tim SAR telah melakukan pencarian intensif, namun korban belum ditemukan. Insiden ini menjadi pengingat bagi semua pihak tentang bahaya yang mengintai dan perlunya peningkatan kewaspadaan.

Tanggung Jawab Bersama dalam Pengelolaan Lingkungan

BPBD Berau juga mendorong pelaku usaha untuk bertanggung jawab dalam pengelolaan limbah, terutama yang berlokasi di dekat sungai. Kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha sangat penting untuk menjaga ekosistem sungai dan mencegah konflik antara manusia dan satwa liar.

"Kita harus jaga ekosistem sungai bersama. Jangan sampai karena ulah segelintir orang, banyak yang jadi korban. Edukasi harus terus kita lakukan," pungkas Nofian, menekankan pentingnya kesadaran dan tindakan kolektif dalam menjaga lingkungan dan keselamatan bersama.

Penataan Ruang yang Lebih Baik

Lebih lanjut, BPBD menyoroti pentingnya penataan ruang yang lebih baik, mengingat banyak pemukiman yang berada di bantaran sungai, yang merupakan zona rawan. Pemerintah daerah perlu meninjau kembali izin pembangunan di zona rawan dan memastikan bahwa pembangunan di sekitar sungai dilakukan dengan mempertimbangkan risiko dan dampak terhadap lingkungan dan satwa liar.

Dengan upaya bersama dari semua pihak, diharapkan konflik antara manusia dan buaya di Berau dapat diminimalkan, sehingga masyarakat dapat hidup berdampingan secara harmonis dengan alam.