Dugaan Korupsi Dana Hibah Pilkada Papua: KPU dan Bawaslu Dilaporkan ke KPK dan Kejaksaan Agung
Dugaan Korupsi Dana Hibah Pilkada Papua: KPU dan Bawaslu Dilaporkan ke KPK dan Kejaksaan Agung
KPU dan Bawaslu Provinsi Papua dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait dugaan penyelewengan dana hibah Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Papua 2024. Laporan tersebut dilayangkan menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan hasil Pilgub Papua karena pelanggaran fundamental yang dilakukan oleh KPU dan diketahui oleh Bawaslu. Putusan MK ini telah memaksa penyelenggaraan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Provinsi Papua, yang dijadwalkan pada [tanggal PSU jika tersedia, jika tidak hapus kalimat ini]. Kuasa hukum pelapor, Arsi Divinubun, membenarkan telah mengajukan laporan tersebut kepada kedua lembaga penegak hukum tersebut.
Menurut Arsi, laporan ini didasarkan pada dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan KPU dan Bawaslu Papua dalam pengelolaan dana hibah Pilkada yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua. Besarnya dana hibah yang diduga diselewengkan mencapai angka fantastis, yaitu Rp 155 miliar untuk KPU Papua dan Rp 51 miliar untuk Bawaslu Papua, sehingga totalnya mencapai Rp 206 miliar. Bukti Nota Pencairan Dana Hibah (NPHD) telah diserahkan sebagai bukti pendukung laporan tersebut. Arsi menekankan bahwa dana sebesar itu telah habis tanpa menghasilkan output yang diharapkan, mengingat putusan MK yang membatalkan hasil Pilkada karena adanya pelanggaran yang disengaja, bukan karena kelalaian.
"Permasalahan utamanya adalah, anggaran ratusan miliar rupiah tersebut digunakan tanpa menghasilkan output yang sesuai dengan tujuannya. Pelanggaran yang dilakukan bukan hanya kelalaian, tetapi kesengajaan yang dikategorikan sebagai kejahatan politik," ujar Arsi dalam keterangan tertulisnya. Ia menambahkan bahwa unsur kerugian negara dan perbuatan melawan hukum telah terpenuhi, sehingga kasus ini masuk dalam kategori delik korupsi. Arsi mendesak KPK dan Kejagung untuk segera menindaklanjuti laporan tersebut, mengingat besarnya jumlah dana yang diduga diselewengkan dan dampaknya terhadap keuangan negara. Dana tersebut, menurut Arsi, merupakan uang rakyat yang bersumber dari pajak, sehingga pertanggungjawaban hukum mutlak diperlukan.
Lebih lanjut, Arsi juga mengingatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua, khususnya Penjabat Gubernur dan Penjabat Sekretaris Daerah, agar lebih berhati-hati dalam mengalokasikan anggaran untuk PSU. Pemprov didesak untuk meminta pertanggungjawaban penggunaan dana hibah Pilkada sebelumnya kepada KPU dan Bawaslu sebelum mengalokasikan anggaran baru. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya kerugian negara yang lebih besar dan memastikan transparansi pengelolaan anggaran publik di masa mendatang. Langkah ini diharapkan dapat mencegah terulangnya praktik serupa dan memastikan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik untuk penyelenggaraan Pemilu di Papua.
Langkah hukum ini menunjukkan pentingnya pengawasan ketat terhadap penggunaan dana publik, terutama dalam konteks penyelenggaraan Pemilu. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam memastikan dana tersebut digunakan secara efektif dan efisien, demi terwujudnya penyelenggaraan Pemilu yang bersih dan demokratis. Publik menantikan langkah tegas dari KPK dan Kejagung dalam mengusut tuntas kasus ini dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat Papua.