Pengorbanan Solihin: Memilih Pendidikan Kampung untuk Masa Depan Anak di Tengah Gemerlap Jakarta
Solihin: Antara Hiruk Pikuk Jakarta dan Kedamaian Kampung Halaman
Di tengah riuhnya Stasiun Pasar Senen, seorang pria bernama Solihin, 51 tahun, tampak menonjol dengan ketenangannya. Di balik sosoknya yang sederhana, tersimpan kisah pengorbanan seorang ayah yang memilih jalan berbeda demi masa depan anak-anaknya. Selama tiga dekade, Solihin bekerja sebagai buruh pabrik di Ancol, Jakarta Utara. Namun, ada satu keputusan yang tak pernah ia goyah: tidak membawa keluarganya menetap di ibu kota.
"Dari awal saya berkeluarga, saya tidak pernah berniat membawa keluarga ke sini," ungkap Solihin, saat ditemui di sela-sela kesibukannya. Jakarta, bagi Solihin, bukanlah lingkungan ideal untuk tumbuh kembang anak. Ia melihat kota metropolitan ini sebagai tempat yang keras, dengan pergaulan bebas yang mengancam nilai-nilai yang ingin ia tanamkan pada anak-anaknya.
Alasan di Balik Keputusan
Beberapa faktor menjadi pertimbangan utama Solihin dalam mengambil keputusan tersebut:
- Pergaulan: Solihin khawatir dengan dampak pergaulan bebas di Jakarta terhadap perkembangan moral anak-anaknya. Ia ingin mereka tumbuh dalam lingkungan yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan budaya.
- Persaingan Hidup: Persaingan yang ketat di Jakarta menjadi pertimbangan lain. Solihin ingin anak-anaknya belajar adab dan sopan santun dari lingkungan yang lebih alami dan komunal, bukan dari kerasnya persaingan kota.
- Pendidikan Agama: Solihin meyakini bahwa pendidikan agama lebih mudah didapatkan di kampung halamannya di Pemalang, Jawa Tengah. Di sana, anak-anaknya dapat belajar agama dari madrasah dan surau-surau kecil.
Jarak Bukan Penghalang
Untuk mengobati rasa rindu, Solihin rutin pulang kampung sebulan sekali menggunakan bus. Namun, pada momen-momen istimewa seperti Lebaran, ia memilih kereta api untuk kenyamanan dan menghindari kemacetan. "Biasanya naik bus. Tapi kalau Lebaran, lebih nyaman naik kereta," ujarnya.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyadari bahwa arus urbanisasi pasca-Lebaran tidak dapat dihindari. Gubernur Jakarta, Pramono Anung, mengimbau agar para pendatang memiliki keterampilan dan kesiapan untuk bersaing di ibu kota. "Siapa pun yang ingin datang ke Jakarta, silakan. Tapi kami berharap mereka memiliki kemampuan untuk bekerja dengan baik," kata Pramono.
Kampung Halaman sebagai Fondasi
Bagi Solihin, Jakarta bukanlah tempat yang tepat untuk keluarganya. Ia percaya bahwa kampung halaman adalah tempat terbaik untuk menanamkan nilai-nilai kehidupan pada anak-anaknya. Meskipun jarak memisahkan, cinta dan pengorbanan Solihin sebagai seorang ayah tak pernah surut.
Kisah Solihin adalah cerminan dari dilema yang dihadapi banyak orang tua di Indonesia. Di satu sisi, kota menawarkan peluang ekonomi yang lebih baik. Namun, di sisi lain, kampung halaman menyimpan nilai-nilai luhur yang penting bagi pembentukan karakter anak.