Dampak Tarif Impor AS: Kadin DIY Waspadai Gelombang PHK dan Desak Lobi Intensif
Kadin DIY Khawatirkan Dampak Tarif Impor AS, Minta Pemerintah Lakukan Lobi Intensif
Kamar Dagang dan Industri Daerah Istimewa Yogyakarta (Kadin DIY) menyatakan kekhawatiran mendalam atas penerapan tarif impor sebesar 32 persen oleh Amerika Serikat terhadap produk-produk Indonesia. Kebijakan yang digagas oleh Presiden Donald Trump ini dikhawatirkan akan memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor industri dalam negeri, khususnya di wilayah DIY.
Ketua Komite Tetap (Komtap) Pembinaan dan Pengembangan Sekretariat Kadin DIY, Timotius Apriyanto, mengungkapkan bahwa respons cepat dan tepat dari pemerintah sangat krusial untuk mencegah dampak deindustrialisasi yang lebih besar. Ia mendesak Presiden Prabowo untuk segera melakukan lobi intensif kepada Presiden Trump guna mencari solusi yang tidak memberatkan industri Indonesia.
"Pemerintah sebenarnya terlambat merespon kebijakan ini. Gelombang PHK bisa menjadi lebih besar," ujar Timotius, Senin (7/4/2025). Ia menambahkan, "Lebih baik dilakukan Pak Prabowo dan Tim Kadin Indonesia lobi ke Presiden Trump. Kita upayakan berbagai celah agar tidak memberatkan industri Indonesia."
Selain lobi di tingkat pusat, Timotius juga menyarankan Pemerintah DIY untuk mengumpulkan para eksportir di wilayahnya. Tujuannya adalah untuk membahas inovasi-inovasi dan strategi kreatif dalam menghadapi tantangan kebijakan tarif dari AS. Langkah ini dianggap penting untuk meminimalkan dampak negatif dan menjaga daya saing produk-produk DIY di pasar internasional.
"Jika tidak segera diatasi, dampaknya akan masif dan lebih sulit lagi untuk diatasi," tegasnya.
Sinyal Kenaikan Tarif Sudah Tercium Sejak Lama
Timotius mengungkapkan bahwa sinyal kenaikan tarif impor oleh AS sebenarnya sudah tercium sejak akhir tahun 2024. Ia bahkan menyebut bahwa Trump dan tim ekonominya telah menerapkan apa yang disebut sebagai Trump Risk Index. Indeks ini mengukur potensi risiko yang timbul akibat kebijakan-kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintahan Trump.
"Sudah saya sampaikan Trump Risk Index ini bahayanya jika dikenakan tarif tinggi," katanya. Ia menambahkan bahwa pemerintah seharusnya bergerak lebih cepat dalam melakukan lobi diplomatik perdagangan internasional, terutama dengan Amerika Serikat.
"Era Trump ini bisa menjadi tak terkendali dan proteksionis. Kita dikenakan tarif 32 persen," ujarnya. Kenaikan tarif pajak sebesar 32 persen ini, menurutnya, berlaku untuk semua produk yang diekspor oleh Indonesia. Hal ini diduga merupakan respons dari Amerika Serikat atas kebijakan tarif tinggi yang sebelumnya juga diterapkan oleh Indonesia terhadap produk-produk AS.
Rumus di Balik Tarif Impor AS
Kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh AS menimbulkan pertanyaan mengenai dasar perhitungan dan rumus yang digunakan. Menurut analisis BBC Verify, rumus yang digunakan oleh Gedung Putih ternyata cukup sederhana. Rumus tersebut didasarkan pada angka defisit perdagangan AS dengan suatu negara, yang kemudian dibagi dengan total impor barang dari negara tersebut. Hasilnya kemudian dibagi dua.
Defisit perdagangan terjadi ketika suatu negara (misalnya, AS) mengimpor lebih banyak produk dari negara lain (misalnya, Indonesia) daripada yang diekspor ke negara tersebut.