Prabowo Subianto Tegaskan Komitmen Supremasi Sipil di Tengah Polemik Revisi UU TNI
markdown
Prabowo Subianto Tegaskan Komitmen Supremasi Sipil di Tengah Polemik Revisi UU TNI
Jakarta - Di tengah perdebatan publik mengenai revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (RUU TNI), Presiden terpilih Prabowo Subianto dengan tegas menyatakan komitmennya terhadap supremasi sipil dan profesionalisme TNI. Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap kekhawatiran mengenai potensi kembalinya dwifungsi ABRI, sebuah konsep yang identik dengan masa lalu otoriter Indonesia.
Dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa, Prabowo menekankan bahwa inisiatif untuk menarik TNI kembali ke barak justru datang dari internal TNI sendiri, termasuk dirinya. Ia menyebut nama-nama seperti Wiranto, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Agus Wirahadikusuma sebagai tokoh-tokoh yang berperan dalam proses tersebut. "Saya pertama di dalam TNI yang mengatakan civilian supremacy. Saya tunduk dan saya buktikan bahwa saya tunduk kepada pemimpin sipil," ujarnya, seperti dikutip dari Kompas.id.
Prabowo meyakinkan publik bahwa revisi UU TNI bukanlah upaya untuk menghidupkan kembali dwifungsi TNI. Ia mengakui adanya kekurangan di tubuh TNI, namun menegaskan komitmennya untuk terus melakukan perbaikan. "Memang ada kekurangan. Ada unsur-unsur atau hal-hal yang tidak baik. Ini tanggung jawab kita bersama. Mari kita perbaiki," kata Prabowo.
Fokus Revisi UU TNI: Pasal 47 dan Penempatan TNI Aktif di Instansi Sipil
Salah satu poin krusial dalam revisi UU TNI adalah perubahan Pasal 47 yang mengatur penempatan personel TNI aktif di kementerian/lembaga sipil. UU TNI sebelumnya mensyaratkan anggota TNI untuk mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif jika ingin menduduki jabatan sipil. Namun, UU TNI yang baru hasil revisi memungkinkan TNI aktif untuk mengisi posisi di 14 kementerian/lembaga tertentu.
Kementerian dan lembaga tersebut meliputi:
- Kementerian/lembaga yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara
- Pertahanan negara termasuk dewan pertahanan nasional
- Kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden
- Intelijen negara
- Siber dan/atau sandi negara
- Lembaga ketahanan nasional
- Pencarian dan pertolongan
- Narkotika nasional
- Pengelola perbatasan
- Penanggulangan bencana
- Penanggulangan terorisme
- Keamanan laut
- Kejaksaan Republik Indonesia
- Mahkamah Agung
Perubahan ini menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat. Sebagian pihak mengkhawatirkan potensi konflik kepentingan dan hilangnya netralitas TNI jika terlalu banyak personel aktif yang terlibat dalam jabatan sipil. Di sisi lain, ada yang berpendapat bahwa penempatan TNI di instansi-instansi tersebut dapat meningkatkan efektivitas dan koordinasi dalam penanganan isu-isu strategis.
Menjaga Profesionalisme dan Netralitas TNI: Tantangan di Era Baru
Pernyataan Prabowo mengenai komitmen terhadap supremasi sipil menjadi penting dalam meredakan kekhawatiran publik terkait revisi UU TNI. Namun, tantangan sesungguhnya terletak pada implementasi aturan tersebut di lapangan. Pemerintah dan TNI perlu memastikan bahwa penempatan personel aktif di jabatan sipil dilakukan secara transparan, akuntabel, dan profesional, serta tidak mengganggu netralitas TNI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selain itu, penting untuk terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia TNI melalui pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan tuntutan zaman. TNI juga harus terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan ancaman keamanan baru, serta menjalin kerjasama yang erat dengan negara-negara sahabat untuk menjaga stabilitas regional dan internasional.
Dengan komitmen yang kuat terhadap supremasi sipil, profesionalisme, dan netralitas, TNI dapat terus menjadi garda terdepan dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.