Bupati Indramayu Dikecam: Liburan ke Jepang Tanpa Izin di Tengah Momentum Lebaran

Kontroversi Liburan Bupati Indramayu di Tengah Momentum Lebaran

Kepergian Bupati Indramayu, Lucky Hakim, ke Jepang saat perayaan Idul Fitri menuai kecaman publik. Pasalnya, liburan tersebut dilakukan tanpa izin resmi dari Gubernur Jawa Barat maupun Kementerian Dalam Negeri, memicu pertanyaan tentang etika dan tanggung jawab seorang kepala daerah.

Foto-foto Lucky Hakim yang tersenyum menikmati suasana musim semi di Tokyo, yang beredar luas di media sosial, kontras dengan kondisi masyarakat Indramayu yang tengah merayakan Lebaran, menghadapi kenaikan harga kebutuhan pokok, dan arus mudik yang padat. Ketidak hadiran kepala daerah di tengah-tengah masyarakat dalam momen penting seperti ini menimbulkan kekecewaan dan kritik pedas.

Pelanggaran Etika dan Disiplin Kewenangan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah secara tegas mengatur bahwa kepala daerah yang hendak bepergian ke luar negeri wajib mengantongi izin dari Menteri Dalam Negeri. Aturan ini bukan sekadar formalitas birokrasi, melainkan menyangkut disiplin kewenangan dan etika jabatan. Seorang bupati adalah pemegang amanah rakyat dan terikat pada kepercayaan konstitusional, sehingga setiap tindakannya, termasuk berlibur, harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan menghormati sistem yang berlaku.

Kepergian Lucky Hakim tanpa izin menunjukkan bahwa kekuasaan dapat disalahgunakan sebagai gaya hidup dan etika diabaikan. Tindakan ini bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga melukai moral pemerintahan. Otonomi daerah yang seharusnya menjadi sarana untuk meningkatkan pelayanan publik justru berpotensi melahirkan otokrasi kecil jika tidak diimbangi dengan pengawasan yang ketat.

Lemahnya Pengawasan dan Sanksi

Sistem pemerintahan daerah di Indonesia dinilai masih terlalu permisif terhadap pelanggaran etika. Mekanisme pengawasan formal, seperti inspektorat daerah, DPRD, dan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, seringkali tidak efektif dalam mencegah dan menindak pelanggaran. Kasus Lucky Hakim menjadi contoh nyata lemahnya pengawasan, di mana Gubernur Jawa Barat mengaku tidak mengetahui kepergian bupati tersebut.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi kepada kepala daerah yang melanggar aturan, termasuk pemberhentian sementara selama tiga bulan. Namun, sanksi tersebut tidak akan berarti jika tidak ditegakkan secara konsisten. Kemendagri harus berani bertindak tegas demi menjaga wibawa pemerintahan daerah dan mencegah terulangnya kasus serupa.

Popularitas vs. Integritas

Lucky Hakim dikenal sebagai figur publik yang populer. Namun, jabatan kepala daerah bukanlah ajang pencitraan atau gaya hidup, melainkan ruang pengabdian kepada masyarakat. Sayangnya, dalam politik praktis, popularitas seringkali menutupi kekurangan integritas. Seorang pemimpin yang populer cenderung lebih mudah dimaafkan atas pelanggaran yang dilakukannya.

Dalam sistem yang ideal, integritas seharusnya menjadi prioritas utama dalam memilih seorang pemimpin. Namun, realitasnya seringkali berbeda. Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, telah mengingatkan bahwa kepala daerah yang bepergian tanpa izin dapat dikenai sanksi. Namun, efektivitas sanksi ini akan diuji dalam penegakan hukum yang transparan dan akuntabel.

Momentum Idul Fitri dan Kehadiran Pemimpin

Momentum Idul Fitri adalah saat yang krusial bagi pemerintahan daerah untuk menunjukkan kesiapsiagaan dalam mengendalikan harga pasar, mengatur arus mudik, dan memberikan pelayanan publik yang optimal. Kehadiran seorang bupati di tengah masyarakat sangat penting untuk mendengarkan keluhan, merasakan kesulitan, dan memberikan solusi.

Ketika seorang pemimpin tidak hadir, rakyat merasa ditinggalkan. Ketika pemimpin berlibur tanpa izin, rakyat merasa tidak dihargai. Tindakan tersebut mencerminkan hilangnya nurani kekuasaan. Rasa malu yang seharusnya menjadi rem utama bagi pejabat publik kini semakin pudar. Kepala daerah dapat dengan mudah melanggar prosedur, mengaku lupa izin, dan tetap aktif di media sosial seolah tidak terjadi apa-apa.

Liburan ke Jepang bukanlah sebuah kesalahan, tetapi ketika dilakukan tanpa izin, di saat rakyat membutuhkan, dan tanpa kesadaran etis sebagai pemimpin publik, tindakan tersebut mencerminkan wajah pemerintahan yang tidak bertanggung jawab. Kasus Lucky Hakim menjadi pelajaran penting bagi semua kepala daerah bahwa jabatan adalah amanah yang harus dijalankan dengan penuh integritas dan tanggung jawab.

Rekomendasi:

  • Memperkuat sistem pengawasan terhadap kepala daerah.
  • Meningkatkan pendidikan politik tentang etika dan tanggung jawab jabatan.
  • Menegakkan sanksi secara tegas terhadap pelanggaran etika.

Dengan demikian, diharapkan kasus serupa tidak terulang kembali dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah dapat dipulihkan.