Kekhawatiran Resesi Global Mendorong Harga Minyak Terus Merosot di Tengah Kebijakan Tarif Trump
Harga Minyak Terus Merosot Akibat Kekhawatiran Resesi Global
Penurunan harga minyak mentah terus berlanjut pada penutupan perdagangan hari Senin (7/4/2025), memperpanjang kerugian signifikan yang terjadi pada minggu sebelumnya. Kekhawatiran akan resesi global yang dipicu oleh kebijakan tarif impor Presiden Donald Trump menjadi faktor utama yang menekan harga komoditas energi ini.
Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS mengalami penurunan sebesar 1,29 dollar AS atau 2,08 persen, berakhir pada level 60,70 dollar AS per barrel. Sementara itu, minyak mentah Brent, sebagai patokan global, kehilangan 1,37 dollar AS atau 2,09 persen, dan menetap di harga 64,21 dollar AS per barrel. Pada pekan sebelumnya, kedua jenis minyak ini mencatatkan penurunan lebih dari 10 persen.
Level Terendah dan Faktor Pemicu
Kontrak berjangka WTI sempat menyentuh titik terendah sesi di angka 58,95 dollar AS per barrel, level terendah sejak tahun 2021. Brent juga mengalami penurunan hingga mencapai level intraday terendah di 62,51 dollar AS. Selain kekhawatiran resesi, keputusan OPEC+ untuk mempercepat peningkatan produksi juga turut membebani harga minyak. Saudi Aramco, pada hari Minggu, bahkan memangkas harga minyak andalannya, Arab Light.
Presiden Trump sendiri mengklaim bahwa penurunan harga minyak merupakan dampak positif dari kebijakannya. Melalui unggahannya di Truth Social, ia menyatakan bahwa harga minyak dan pangan turun, inflasi tidak ada, dan AS mendapatkan miliaran dollar per minggu dari tarif impor. Namun, kekhawatiran yang berkembang adalah bahwa tarif tersebut akan menyebabkan kenaikan harga bagi perusahaan, yang pada gilirannya dapat memperlambat aktivitas ekonomi dan mengurangi permintaan minyak.
Proyeksi Resesi dan Dampaknya
JPMorgan meningkatkan probabilitas resesi tahun ini menjadi 60 persen setelah pengumuman tarif Trump, naik dari sebelumnya 40 persen. Bank tersebut memperingatkan bahwa jika resesi benar-benar terjadi, harga minyak dan nilai saham terkait minyak berpotensi turun lebih jauh.
Analis Bank of America yang dipimpin Kalei Akamine dalam catatan hari Senin menyatakan, "(Tarif Trump yang akan mulai berlaku minggu ini) kemungkinan akan mendorong AS dan mungkin juga ekonomi global ke dalam resesi tahun ini".
Goldman Sachs juga merevisi turun proyeksi harga minyak untuk Desember 2025 sebesar 4 dollar AS, menjadi 58 dollar AS per barrel untuk WTI dan 62 dollar AS untuk Brent. Bank investasi ini bahkan memperkirakan penurunan lebih lanjut pada tahun 2026, dengan rata-rata harga minyak mentah AS dan Brent masing-masing 55 dollar AS dan 58 dollar AS per barrel.
Ancaman Bagi Produsen Shale AS
Penurunan harga minyak dapat memaksa produsen shale AS untuk mengurangi produksi. Jeff Currie, Kepala Strategi Energi di Carlyle, menyatakan bahwa harga WTI di level 60 dollar AS per barrel sudah berada di bawah titik impas bagi beberapa perusahaan shale. Jika harga turun di bawah 55 dollar AS, kelayakan ekonomi wilayah Permian, ladang minyak paling produktif di AS, akan terancam.
Currie memperingatkan bahwa harga minyak mentah AS berpotensi jatuh di bawah 50 dollar AS per barrel, dengan alasan pasar sudah kelebihan pasokan. "Potensi untuk penurunan harga yang terlalu dalam sangat besar," katanya.
Berikut adalah poin-poin penting yang perlu diperhatikan:
- Harga minyak terus menurun akibat kekhawatiran resesi global dan kebijakan tarif Trump.
- OPEC+ meningkatkan produksi dan Saudi Aramco memangkas harga minyak.
- JPMorgan dan Goldman Sachs merevisi turun proyeksi harga minyak.
- Produsen shale AS terancam jika harga minyak terus menurun.
- Pasar minyak saat ini mengalami kelebihan pasokan.