Studi Ungkap Dominasi Iklan Terselubung di X: Pengguna Sulit Membedakan Konten Organik dan Promosi

Dominasi Iklan Terselubung di X: Studi Ungkap Pengguna Kesulitan Membedakan Konten Organik dan Promosi

Sebuah studi terbaru mengungkap fakta mencengangkan mengenai lanskap periklanan di platform media sosial X (dahulu Twitter). Riset yang dipublikasikan dalam jurnal INFORMS Marketing Science menemukan bahwa mayoritas (lebih dari 95%) postingan influencer di platform tersebut ternyata merupakan konten bersponsor yang tidak diungkapkan secara transparan. Akibatnya, banyak pengguna X tanpa sadar terpapar iklan dan promosi yang menyamar sebagai konten organik.

Studi ini dilakukan oleh tim peneliti yang terdiri dari Daniel Ershov (University College London & Center for Economic Policy Research), Yanting He (Imperial College London), dan Stephan Seiler (Center for Economic Policy Research & Imperial College London). Temuan mereka menyoroti kesenjangan yang signifikan antara praktik influencer marketing dan regulasi perlindungan konsumen yang berlaku.

"Studi kami menyoroti potensi perlunya pengawasan regulasi lebih lanjut," kata Yanting He, menekankan urgensi untuk memperketat pengawasan terhadap praktik periklanan terselubung ini.

Regulasi yang Tertinggal

Menurut Daniel Ershov, perkembangan regulasi perlindungan konsumen terkait sponsor yang dirahasiakan masih jauh tertinggal dibandingkan dengan praktik konten promosi terselubung yang semakin marak. Hal ini menimbulkan kekhawatiran serius mengenai kemampuan konsumen untuk membuat keputusan yang tepat dan terinformasi.

"Karena konsumen mungkin merasa sulit untuk membedakan postingan influencer berbayar dari konten organik yang sesungguhnya, regulator di banyak negara kini mengharuskan konten berbayar untuk diungkapkan. Namun karena kebaruan dalam influencer marketing, kerangka regulasi yang terus berkembang belum dapat mengimbanginya," jelas Ershov.

Apa Itu Influencer Marketing?

Influencer marketing adalah strategi pemasaran yang memanfaatkan individu dengan pengaruh signifikan ( influencer ) untuk mempromosikan merek, produk, atau jasa. Para influencer ini diberikan kompensasi dalam berbagai bentuk (uang, barang, layanan, dll.) sebagai imbalan atas dukungan mereka.

Influencer dipilih berdasarkan sejumlah faktor, termasuk jumlah pengikut di media sosial, status selebritas, atau keahlian khusus di bidang tertentu. Studi ini menemukan bahwa merek-merek baru dengan following yang besar cenderung menggunakan undisclosed sponsorship dibandingkan dengan posting bersponsor yang diungkapkan secara transparan.

Pentingnya Pengungkapan Konten Bersponsor

Pengungkapan ( disclosure ) bahwa sebuah posting adalah konten bersponsor sangat penting untuk menjaga reputasi merek dan influencer, serta membangun kepercayaan konsumen. Transparansi ini memungkinkan konsumen untuk mengevaluasi konten dengan pemahaman penuh bahwa influencer tersebut telah menerima kompensasi untuk promosinya.

Selain itu, pengungkapan konten bersponsor merupakan kewajiban hukum di banyak negara. Kegagalan untuk mengungkapkan sponsorship dapat mengakibatkan pelanggaran hukum, gugatan, atau denda. Badan pengawas seperti Federal Trade Commission (FTC) di Amerika Serikat telah mengeluarkan panduan yang jelas mengenai pengungkapan konten bersponsor, termasuk penggunaan tagar seperti #ad, #sponsored, dan #partnered.

Strategi Pengungkapan yang Efektif

Simone Engbo Hansen, Global Content Lead of Precis, menekankan bahwa penggunaan tagar saja tidak cukup untuk mengungkapkan konten bersponsor secara efektif. Influencer harus secara eksplisit mengakui adanya iklan, kolaborasi, atau sponsorship dalam konten mereka.

"Memakai tagar saja tidak cukup; kamu harus lebih tegas mengakui adanya sponsorship. Pastikan itu salah satu hal pertama yang dilihat orang, bisa menggunakan font yang berbeda, warna font yang berbeda, atau mengatur peletakan pengungkapan sponsorship. Transparansi penuh selalu menang," saran Hansen.

Metodologi Studi

Studi Ershov dan rekan-rekannya menganalisis dataset lebih dari 100 juta posting terkait merek di Twitter (X) dari 268 merek selama periode 2014-2021. Para peneliti menggunakan pendekatan klasifikasi berbasis teks inovatif untuk mengidentifikasi konten promosi terselubung.

Selanjutnya, mereka mengukur dampak konten promosi terselubung dan kemampuan konsumen untuk mendeteksi konten pemasaran merek. Mereka juga melacak perubahan posting dari waktu ke waktu dan mengidentifikasi asal merek yang menggunakan strategi undisclosed sponsorship ini.

Hasil yang Mengkhawatirkan

"Meskipun regulasi semakin ketat selama periode sampel kami dari tahun 2014 hingga 2021, pangsa konten yang tidak diungkapkan hanya sedikit menurun," ungkap Stephan Seiler, menyoroti inefektivitas regulasi yang ada.

"Kami menemukan bahwa sejumlah besar peserta survei daring tidak dapat mengidentifikasi konten komersial saat konten tersebut tidak mengungkap (bahwa itu konten bersponsor)," tambahnya, memperkuat bukti bahwa banyak pengguna X tidak menyadari bahwa mereka sedang terpapar iklan terselubung.

Implikasi dari studi ini sangat signifikan. Konsumen perlu lebih waspada terhadap konten yang mereka konsumsi di media sosial, dan regulator perlu mengambil tindakan yang lebih tegas untuk memastikan transparansi dan melindungi konsumen dari praktik periklanan yang menipu.