Semana Santa Larantuka: Harmoni Iman, Tradisi, dan Sejarah Kerajaan di Flores Timur

Semana Santa Larantuka: Harmoni Iman, Tradisi, dan Sejarah Kerajaan di Flores Timur

Menjelang perayaan Paskah 2025, sebuah tradisi unik dan mendalam di Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), kembali menjadi sorotan. Semana Santa, atau Pekan Suci, bukan sekadar ritual keagamaan, melainkan sebuah perayaan iman yang telah diwariskan selama berabad-abad, mencerminkan kuatnya akar Katolik dalam masyarakat setempat.

Jejak Sejarah dan Spiritualitas

Semana Santa Larantuka berakar kuat pada sejarah Kerajaan Larantuka, kerajaan Katolik tertua di Nusantara. Masuknya ajaran Katolik pada abad ke-15 melalui misionaris Portugis mencapai puncaknya pada tahun 1665, ketika Raja Larantuka ke-11, Don Fransisco Ola Adobala Diaz Vieira de Godinho, memeluk agama Katolik dan mendeklarasikan Bunda Maria sebagai Ratu Kerajaan. Sejak saat itu, iman Katolik berkembang pesat dan menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Larantuka.

Tradisi ini lahir dari masa krisis rohani, ketika Larantuka mengalami kekosongan bimbingan pastor selama hampir 80 tahun. Untuk menjaga iman tetap hidup, masyarakat mulai menggelar doa Rosario bersama setiap Sabtu. Kebiasaan ini kemudian berkembang menjadi prosesi Semana Santa yang kita kenal sekarang.

Prosesi Sakral dan Makna Mendalam

Semana Santa adalah serangkaian doa dan prosesi sakral yang mengenang sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus. Salah satu prosesi yang paling ikonik adalah Prosesi Bahari Antar Tuhan Yesus Tersalib. Dalam prosesi ini, sebuah kapal tradisional bernama Berok, membawa peti berisi patung Yesus Tersalib dari Pantai Kota menuju Pantai Kuce Pohon Sirih.

Kapal Berok yang beratapkan daun gebang, dikawal oleh perahu-perahu kecil dan kapal besar yang dipenuhi ribuan umat dan peziarah. Keunikan kapal Berok terletak pada awaknya yang hanya terdiri dari enam orang pilihan, yang dianggap bersih dari dosa dan mengemban tugas sakral ini dengan penuh khidmat.

Selama pelayaran, ribuan umat Katolik melantunkan doa dan kidung pujian, menciptakan suasana hening dan penuh haru. Air laut yang masuk ke dalam kapal dipercaya membawa berkat dan seringkali diambil oleh umat sebagai air suci.

Berikut adalah rangkaian kegiatan Semana Santa:

  • Prosesi Bahari: Prosesi laut menggunakan Kapal Berok yang membawa patung Yesus Tersalib.
  • Doa Rosario: Doa bersama yang dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk perenungan.
  • Prosesi Cium Tuan: Umat mencium salib Tuhan Yesus (Tuan Ana) dan patung Bunda Maria (Tuan Ma).
  • Masa Prapaskah: Tujuh minggu masa prapaskah dimana 13 suku kerabat di Larantuka yang disebut suku Semana bergiliran berdoa di kapela masing-masing.

Bukan Sekadar Festival

Semana Santa bukanlah sekadar festival atau tontonan, melainkan sebuah momen perenungan dan doa yang mendalam bagi masyarakat Larantuka. Prosesi dimulai jauh sebelum Jumat Agung. Selama tujuh minggu masa prapaskah, 13 suku kerabat di Larantuka yang disebut suku Semana, secara bergantian berdoa di kapela masing-masing.

Puncak dari seluruh rangkaian adalah malam Jumat Agung, yang dikenal dengan Prosesi Cium Tuan. Pada malam itu, umat mencium salib Tuhan Yesus (Tuan Ana) dan patung Bunda Maria (Tuan Ma). Seluruh kota diterangi oleh lilin, dan doa Salam Maria menggema di antara ribuan peziarah, menciptakan suasana khusyuk dan penuh penghayatan.

Warisan Lisan yang Terjaga

Semana Santa di Larantuka adalah warisan lisan yang tetap hidup hingga kini. Meskipun tidak ada catatan tertulis yang pasti mengenai asal-usulnya, banyak yang meyakini bahwa tradisi ini telah berlangsung selama lebih dari 500 tahun. Keistimewaannya terletak pada kemampuannya untuk menggabungkan iman Katolik dengan adat lokal secara harmonis.

Selama Pekan Suci, masyarakat Larantuka menghentikan seluruh aktivitas duniawi, sebagai bentuk penghormatan terhadap pengorbanan Kristus dan sebagai waktu untuk introspeksi rohani. Sebagaimana Hari Raya Nyepi bagi umat Hindu, Semana Santa adalah waktu untuk berdiam diri, merenung, dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Semana Santa di Larantuka bukan hanya sebuah tradisi, tetapi juga sebuah perjalanan spiritual, sebuah perayaan iman yang hidup, dan sebuah jembatan yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan. Ini adalah warisan berharga yang patut dijaga dan dilestarikan.