Respons Tarif Trump: Pemerintah Gandeng Pengusaha, Prioritaskan Negosiasi dan Hindari PHK

Pemerintah Respon Kebijakan Tarif AS dengan Mengutamakan Dialog dan Stabilitas Ekonomi

Pemerintah Indonesia merespons kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS) dengan menggandeng sekitar 100 asosiasi pelaku usaha. Langkah ini diambil untuk memitigasi dampak kebijakan tarif yang diumumkan oleh Presiden AS, Donald Trump, sebesar 32% terhadap produk-produk Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan komitmen pemerintah untuk terus memantau perkembangan implementasi tarif baru ini secara berkala. Tujuannya adalah untuk memastikan daya saing produk Indonesia di pasar global tetap terjaga.

"Pemerintah akan terus memonitor secara berkala dan cepat, dan juga dengan seluruh pengusaha. Kita sudah melakukan ini sebelumnya, dan kita bisa melakukannya. Jadi, tidak semuanya gelap. Perekonomian dunia itu 83% non-Amerika. Jadi, kita mesti speed up perekonomian dengan yang 83%," ujar Airlangga dalam forum bersama asosiasi pelaku usaha.

Forum ini menjadi wadah untuk menghimpun masukan dari para pelaku usaha, sekaligus menjadi bagian dari upaya negosiasi yang sedang dilakukan Indonesia dengan AS. Kebijakan tarif resiprokal AS diperkirakan akan berdampak signifikan terhadap sejumlah produk ekspor Indonesia, terutama komoditas padat karya.

Pemerintah Prioritaskan Stabilitas Ketenagakerjaan dan Deregulasi

Pemerintah telah menyiapkan sejumlah langkah strategis untuk meminimalkan dampak negatif dari kebijakan tarif AS. Langkah-langkah tersebut meliputi:

  • Menghitung dampak pengenaan tarif baru terhadap ekonomi Indonesia secara keseluruhan.
  • Menjaga stabilitas yield Surat Berharga Negara (SBN) di tengah gejolak pasar keuangan global.
  • Melakukan upaya bersama Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan memastikan likuiditas valas tetap terjaga.
  • Memastikan likuiditas valas tetap terjaga agar tetap mendukung kebutuhan pelaku dunia usaha serta memelihara stabilitas ekonomi.

Selain itu, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan perbaikan struktural dan deregulasi, yaitu penyederhanaan dan penghapusan regulasi yang menghambat, khususnya terkait dengan Non-Tariff Measures (NTMs). Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing, menjaga kepercayaan pelaku pasar, dan menarik investasi untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah juga memberikan perhatian khusus terhadap sektor padat karya. "Terhadap perusahaan yang padat karya, kita sudah memberikan fasilitas. Bapak Presiden sudah menanyakan realisasinya seperti apa. Dan yang kedua, terhadap pekerja yang gajinya di bawah 10 juta, PPh ditanggung Pemerintah. Jadi, kita tidak ingin ini dijadikan momentum untuk PHK. Jadi, jangan ada PHK," tegas Airlangga.

Koordinasi Intensif dan Diplomasi ASEAN

Pemerintah telah berkoordinasi secara intensif dengan AS melalui tim lintas Kementerian dan Lembaga, termasuk pertemuan dengan United States Trade Representative (USTR) dan U.S. Chamber of Commerce. Airlangga juga bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia untuk menjaga kepentingan ekonomi dan memperkuat kerja sama ASEAN.

ASEAN memilih pendekatan diplomasi dan negosiasi dalam menghadapi isu tarif ini, alih-alih mengambil langkah retaliasi. Indonesia dan Malaysia akan mendorong revitalisasi Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) dengan menambahkan isu sektor keuangan.

"Indonesia sendiri akan mendorong beberapa kesepakatan dan dengan beberapa negara ASEAN untuk mengkalibrasi sikap bersama ASEAN, dan ASEAN akan mengutamakan negosiasi. Jadi, ASEAN tidak mengambil langkah retaliasi, tetapi Indonesia dan Malaysia akan mendorong TIFA karena TIFA sendiri secara bilateral ditandatangan di tahun 1996 dan banyak isunya sudah tidak relevan lagi sehingga kita akan mendorong berbagai kebijakan itu masuk dalam TIFA," jelas Airlangga dalam konferensi pers.

Hasil rapat koordinasi dengan para pelaku usaha akan segera dilaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto.