Mengupas Fenomena Incel dalam Serial 'Adolescence': Potret Maskulinitas Toksik dan Tragedi Remaja
'Adolescence': Menelusuri Akar Incel dan Maskulinitas Toksik di Kalangan Remaja
Serial 'Adolescence' garapan Philip Barantini bukan sekadar tontonan remaja biasa. Dengan sinematografi yang unik, menggunakan teknik one-shot di setiap episodenya, serial ini membawa penonton menyelami kompleksitas kehidupan remaja, termasuk fenomena yang meresahkan: Incel dan maskulinitas toksik.
Asal-Usul Istilah Incel dan Relevansinya
Istilah "Incel," kependekan dari involuntary celibate (bujangan tidak sukarela), awalnya dicetuskan oleh seorang wanita bernama Alana pada tahun 1990-an. Alana menggunakan istilah ini sebagai wadah bagi individu yang merasa kesepian dan canggung secara sosial. Namun, seiring waktu, makna Incel mengalami distorsi dan seringkali dikaitkan dengan misogini, kekerasan, dan ekstremisme. Kaum Incel seringkali didefinisikan sebagai laki-laki heteroseksual yang menyalahkan perempuan dan masyarakat atas kegagalan mereka dalam hubungan romantis.
Dalam budaya internet, Incel kerap muncul dalam meme dan bahasa gaul. Ironisnya, istilah ini seringkali digunakan sebagai ejekan atau hinaan.
Simbolisme 'Pil Merah' dan 'Pil Biru'
Salah satu simbol kunci dalam komunitas Incel adalah konsep "pil merah" dan "pil biru," yang dipopulerkan oleh film The Matrix. Pilihan antara pil biru, yang merepresentasikan ketidaktahuan yang nyaman, dan pil merah, yang membuka mata pada realitas yang pahit namun mencerahkan, mencerminkan pandangan dunia Incel yang terpecah.
'Adolescence': Studi Kasus yang Mengguncang
'Adolescence' menggunakan istilah Incel sebagai salah satu elemen kunci untuk menjelajahi permasalahan yang lebih dalam. Episode pertama memperkenalkan Detektif Inspektur Luke Bascombe dan Detektif Sersan Misha Frank yang menangkap Jamie Miller, seorang remaja berusia 13 tahun, di sebuah kota Inggris Utara yang tidak disebutkan namanya. Penangkapan Jamie, yang diperlakukan layaknya seorang teroris, membuat keluarganya terkejut dan tidak percaya.
Serial ini menggambarkan prosedur kepolisian secara detail, mulai dari penangkapan hingga pemeriksaan sosiologis. Episode kedua menyoroti kegagalan sistem sekolah dalam menangani bullying dan kekerasan. Para siswa enggan berbicara terbuka tentang pembunuhan Katie Leonard, yang diduga dilakukan oleh Jamie, mengungkapkan kerapuhan mental remaja dan kurangnya komunikasi efektif antara detektif dan remaja.
Episode ketiga berfokus pada interaksi antara Jamie dan Briony Ariston, seorang psikolog anak yang bertugas menilai kondisi mentalnya. Awalnya, Jamie tampak seperti remaja biasa yang pendiam. Namun, ketika Briony mengajukan pertanyaan tentang maskulinitas, persahabatan, dan hubungan seksual, sisi gelap Jamie terungkap.
Percakapan intens ini mengungkap pandangan Jamie tentang wanita dan motif di balik pembunuhan Katie. Serial ini menggali lebih dalam konsep Incel, pil merah dan pil biru, dan pada akhirnya menyajikan potret mengerikan tentang pembunuhan dan maskulinitas toksik.
Pelajaran dari 'Adolescence'
'Adolescence' bukan hanya sekadar hiburan. Serial ini adalah cerminan yang jujur dan menggugah tentang tantangan yang dihadapi remaja di era modern, termasuk pengaruh budaya internet yang meresahkan dan bahaya maskulinitas toksik. Serial ini mengajak penonton untuk merenungkan akar permasalahan ini dan mencari solusi yang lebih efektif untuk melindungi generasi muda.