Pembunuhan Jurnalis Juwita: Komnas Perempuan Desak Pembentukan Mekanisme Pengawasan Femisida Nasional

Komnas Perempuan Dorong Pengawasan Femisida Usai Kasus Pembunuhan Jurnalis di Banjarbaru

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) merespons tragis pembunuhan jurnalis Juwita di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, dengan menyerukan pembentukan mekanisme pengawasan femisida yang komprehensif. Desakan ini muncul setelah Jumran, seorang oknum prajurit TNI AL dengan pangkat Kelasi Satu, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, menyampaikan permintaan agar Presiden RI menginstruksikan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, dan Imigrasi untuk mengoordinasikan pembentukan mekanisme pengawasan yang krusial ini.

Maria Ulfah Anshor menekankan bahwa mekanisme pengawasan femisida bukan hanya sekadar pendataan, tetapi juga sebuah sistem terintegrasi yang bertujuan untuk:

  • Mengenali pola-pola yang mengarah pada femisida.
  • Membangun strategi pencegahan yang efektif.
  • Menyediakan penanganan yang cepat dan tepat bagi korban yang selamat.
  • Memberikan pemulihan yang komprehensif bagi keluarga korban.

Komnas Perempuan menyoroti pentingnya peran berbagai kementerian dan lembaga terkait dalam implementasi mekanisme ini. Koordinasi yang solid antar instansi pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan aparat penegak hukum menjadi kunci keberhasilan upaya pencegahan dan penanganan femisida.

Penanganan Kasus Pembunuhan Jurnalis Juwita Harus Transparan dan Akuntabel

Komnas Perempuan mendesak agar kasus pembunuhan Juwita ditangani secara transparan dan akuntabel. Penyelidikan mendalam perlu dilakukan untuk mengungkap motif pembunuhan, termasuk kemungkinan keterkaitan dengan aktivitas jurnalistik korban. Pemenuhan hak-hak korban dan keluarga korban, seperti hak atas kebenaran, restitusi, dan pemulihan, harus menjadi prioritas dalam proses hukum yang berjalan.

Detasemen Polisi Militer Pangkalan TNI AL (Denpom Lanal) Banjarmasin diharapkan melakukan penyelidikan dan penyidikan secara komprehensif, menggali fakta-fakta terkait relasi kuasa, rentetan kekerasan, ancaman, serta kemungkinan adanya manipulasi atau kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku. Komnas Perempuan juga mengingatkan bahwa anggota militer aktif yang melakukan tindak pidana umum harus tunduk pada peradilan umum, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Penerapan UU TPKS untuk Mengungkap Kekerasan Seksual yang Dialami Korban

Komnas Perempuan mendorong penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dalam kasus ini, mengingat adanya dugaan kekerasan seksual berulang yang dialami oleh korban. Penerapan UU TPKS diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat bagi korban kekerasan seksual dan memberikan efek jera bagi pelaku.

Komnas Perempuan menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama memerangi femisida dan menciptakan lingkungan yang aman dan setara bagi perempuan. Pengawasan femisida yang komprehensif, penegakan hukum yang tegas, dan perubahan sosial yang mendalam menjadi kunci untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan mewujudkan keadilan bagi semua.