Bupati Indramayu Akui Kekeliruan Izin Liburan ke Jepang, Siap Beri Klarifikasi ke Kemendagri
Bupati Indramayu Akui Kekeliruan Izin Liburan ke Jepang, Siap Beri Klarifikasi ke Kemendagri
Bupati Indramayu, Lucky Hakim, mengakui adanya kekeliruan terkait izin perjalanan pribadinya ke Jepang beberapa waktu lalu. Pengakuan ini muncul setelah adanya sorotan dari berbagai pihak, termasuk Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Lucky Hakim telah kembali bertugas di Pendopo Kabupaten Indramayu pada hari Selasa, 8 April 2025, dan menyatakan kesiapannya untuk memberikan klarifikasi lebih lanjut kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Lucky Hakim menjelaskan bahwa rencana liburan ke Jepang tersebut telah disusun jauh hari sebelumnya, bahkan sejak masa kampanye. Ia berkeinginan untuk mengajak keluarganya berlibur setelah masa kampanye yang padat, sebagai bentuk kompensasi atas waktu yang terabaikan.
"Pas kampanye kan saya pergi terus setiap hari tanpa ada di rumah, nggak pernah sama anak, nggak pernah sama keluarga. Nanti setelah terpilih, cuti terus pergi ke luar negeri," ungkap Lucky Hakim.
Kronologi Pengajuan Izin dan Kekeliruan Interpretasi
Proses pengajuan izin cuti telah diupayakan sejak Desember 2024, dengan pembelian tiket pesawat untuk tanggal 2 hingga 11 April 2025. Lucky Hakim mengaku telah mengajukan surat izin kepada stafnya dengan perkiraan adanya tiga hari kerja yang termasuk dalam periode liburan tersebut, yaitu tanggal 8, 9, dan 10 April. Namun, pengajuan izin tersebut ditolak melalui sistem, karena dianggap telah memasuki masa 14 hari kerja menjelang hari raya.
Lucky Hakim mengakui kesalahannya dalam menginterpretasikan perhitungan hari kerja tersebut. Ia beranggapan bahwa masih ada 17 hari kerja yang tersisa, namun sistem menunjukkan bahwa pengajuan izin sudah tidak memungkinkan karena melewati batas waktu.
"Oh hari kerja nya. Ya udah saya ubah saja tiketnya pulangnya tanggal 6 malam jadi sampai sini tanggal 7. Karena di frame kepala saya ini salah saya mungkin ya, salah mengartikan bahwa hari itu adalah hari kerja karena buktinya pas dimasukkan itu tidak bisa di bawah 14 hari kerja, padahal masih ada 17 hari kalau nggak salah," ujarnya.
Ketidaktahuan Surat Edaran dan Klarifikasi ke Gubernur
Selain itu, Lucky Hakim juga mengaku tidak mengetahui adanya surat edaran yang mengatur larangan bagi pejabat untuk bepergian selama periode Lebaran. Informasi mengenai surat edaran tersebut baru ia peroleh setelah berada di Jepang.
"Ada surat edaran malah saya baru tahu setelah saya sudah di Jepang. Ada katanya ada surat edaran nggak boleh pergi. Mungkin saya salah saya nggak aware ya. Karena saya nggak lihat surat edaran yang nggak boleh pergi," ucapnya.
Meski demikian, Lucky Hakim menekankan bahwa pada hari Lebaran, ia tetap menjalankan tugasnya dengan melakukan patroli. Sebelum keberangkatannya ke Jepang, ia juga telah menyerahkan mandat kepada Wakil Bupati Syaefudin untuk memastikan tidak terjadi kekosongan kepemimpinan selama ia berlibur.
Setelah menyadari kekeliruannya, Lucky Hakim segera menghubungi Gubernur Jawa Barat untuk memberikan penjelasan. Ia juga menyatakan kesiapannya untuk memberikan klarifikasi lebih lanjut kepada Kemendagri terkait permasalahan ini.
Menegaskan Kekeliruan dan Komitmen untuk Transparansi
Sebelum menghadap Kemendagri, Lucky Hakim menegaskan bahwa tindakannya bepergian ke luar negeri tanpa izin yang sesuai merupakan sebuah kesalahan. Ia terutama menyoroti kekeliruannya dalam memahami definisi hari kerja yang berlaku.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi para pejabat publik untuk lebih teliti dan cermat dalam memahami peraturan dan prosedur yang berlaku, terutama terkait dengan izin perjalanan dan cuti. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam menjalankan pemerintahan yang baik dan terpercaya.