Gejolak Pasar Modal: Respons Sri Mulyani terhadap Dampak Kebijakan Tarif Impor AS
Gejolak Pasar Modal: Respons Sri Mulyani terhadap Dampak Kebijakan Tarif Impor AS
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan tanggapan terhadap fluktuasi tajam di pasar saham Indonesia, yang dipicu oleh kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Dalam pernyataannya, Sri Mulyani menyoroti bagaimana eskalasi ketegangan perdagangan global telah memicu respons negatif dari para investor.
"Investor portfolio merespons negatif kebijakan China," ujar Sri Mulyani dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia, disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (8/3/2025). Beliau menekankan bahwa sentimen pasar memburuk akibat ketidakpastian yang disebabkan oleh potensi perang dagang yang berkepanjangan. Reaksi keras yang ditunjukkan oleh China terhadap kebijakan tarif AS juga memperburuk suasana investasi.
Sri Mulyani menyoroti dampak signifikan pada pasar saham secara global. "Kalau kita lihat banyak negara yang indeks harga sahamnya pada tanggal 8 April dibanding 2 April, banyak yang koreksinya sangat dalam, hingga 14%, bahkan tadi yang Pak Menko (Menko Perekonomian Airlangga Hartarto) menyampaikan beberapa bisa mencapai di atas 25%."
Langkah Antisipasi Bank Indonesia
Merespons potensi gejolak lebih lanjut, Bank Indonesia (BI) telah menyiapkan serangkaian langkah antisipatif untuk menstabilkan pasar keuangan. Sri Mulyani menekankan bahwa meskipun tekanan pada pasar keuangan bukanlah fenomena baru, kewaspadaan tetap diperlukan.
"Tekanan di pasar keuangan yang tinggi terakhir ini sebetulnya bukan hal yang baru. US Treasury, baik yang 2 tahun maupun 10 tahun, agak melemah karena dia dianggap safe haven, tapi dolar indeksnya juga melemah," jelasnya, mengindikasikan adanya perubahan dalam persepsi investor terhadap aset-aset safe haven.
Perbandingan dengan Masa Pandemi COVID-19
Sri Mulyani juga memberikan konteks dengan membandingkan situasi saat ini dengan gejolak yang terjadi selama pandemi COVID-19. Meskipun mengakui adanya alarm peringatan, beliau menegaskan bahwa situasi saat ini masih relatif terkendali dibandingkan dengan krisis pandemi.
"Tapi kalau kita bandingkan pada saat COVID, kenaikannya sebetulnya masih relatively manageable. Tapi ini menggambarkan suasananya, alarmnya mulai berbunyi. Jadi kita harus juga tetap hati-hati, tanpa panik," pungkasnya, menyerukan kewaspadaan tanpa memicu kepanikan yang berlebihan di pasar.
Rangkuman Poin Penting:
- Kebijakan tarif impor AS memicu respons negatif dari investor.
- Eskalasi ketegangan perdagangan global memperburuk sentimen pasar.
- Bank Indonesia menyiapkan langkah antisipatif untuk stabilisasi pasar keuangan.
- Situasi saat ini relatif terkendali dibandingkan krisis pandemi COVID-19.
- Kewaspadaan diperlukan tanpa memicu kepanikan.