Sri Mulyani Kritik Pedas Kebijakan Tarif Trump: Abaikan Prinsip Dasar Ekonomi
Sri Mulyani Kritik Pedas Kebijakan Tarif Trump: Abaikan Prinsip Dasar Ekonomi
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kritik tajam terhadap kebijakan tarif timbal balik yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS). Dalam sebuah forum ekonomi di Jakarta, Sri Mulyani menyatakan bahwa kebijakan tersebut tidak memiliki landasan ilmiah ekonomi yang kuat dan lebih didorong oleh tujuan untuk menutupi defisit anggaran.
"Kebijakan tarif yang diterapkan Amerika menunjukkan perhitungan yang sulit dipahami oleh para ekonom. Ini seolah mengabaikan prinsip-prinsip dasar ilmu ekonomi," ujar Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa pendekatan AS dalam menetapkan tarif impor lebih berfokus pada upaya menyeimbangkan neraca perdagangan, tanpa mempertimbangkan dampak yang lebih luas terhadap perekonomian global. Menurutnya, AS ingin memastikan bahwa nilai impor tidak melebihi nilai ekspor, sebuah pendekatan transaksional yang tidak mencerminkan pemahaman mendalam tentang dinamika perdagangan internasional.
"Ini murni transaksional. Tidak ada landasan ilmu ekonominya. Mohon maaf, ilmu ekonomi seolah tidak berguna dalam konteks ini," tambahnya.
Dampak Kebijakan Tarif Terhadap Hubungan Global
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyoroti dampak negatif dari kebijakan tarif AS terhadap hubungan antar negara. Ia berpendapat bahwa kebijakan tersebut memicu persaingan global yang tidak sehat, mengubah hubungan antar negara dari kemitraan menjadi rivalitas. Sebelum kebijakan tarif diberlakukan, Indonesia masih berharap pada kerja sama dalam rantai pasok global yang didasarkan pada prinsip saling menguntungkan.
"Sekarang, bahkan definisi 'kawan' atau 'teman' menjadi kabur. Amerika menerapkan tarif terhadap Kanada dan Meksiko, negara-negara yang tergabung dalam NAFTA," ungkapnya.
NAFTA (North American Free Trade Agreement) adalah perjanjian perdagangan bebas yang melibatkan Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko. Perjanjian ini bertujuan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi dan perdagangan di kawasan Amerika Utara, serta menghilangkan hambatan perdagangan.
Sri Mulyani merasa heran bahwa AS, sebagai penggagas NAFTA, justru mengabaikan prinsip-prinsip yang mendasari perjanjian tersebut dengan mengenakan tarif tinggi kepada mitra dagangnya.
"NAFTA yang dulu diinisiasi oleh Amerika Serikat kini ditinggalkan, dan persaingan menjadi tidak terkendali. Inilah realitas dunia yang kita hadapi. Kebijakan tarif Amerika menciptakan ketidakpastian yang luar biasa," jelasnya.
Perlunya Kewaspadaan dan Analisis Mendalam
Menkeu Sri Mulyani menekankan bahwa kebijakan ekonomi AS sejak awal Februari hingga April 2025 telah mengubah tatanan ekonomi global. Penerapan tarif timbal balik impor telah memicu respons serupa dari negara lain, sehingga menciptakan siklus pembalasan yang berpotensi merugikan semua pihak.
Oleh karena itu, Sri Mulyani mengingatkan pemerintah Indonesia untuk mencermati perkembangan ini dengan seksama dan mengambil langkah-langkah antisipatif yang diperlukan. Analisis mendalam terhadap dampak kebijakan AS terhadap perekonomian Indonesia sangat penting untuk merumuskan strategi yang tepat dalam menghadapi ketidakpastian global.
Berikut poin penting dari pernyataan Sri Mulyani:
- Kebijakan tarif AS tidak berlandaskan ilmu ekonomi.
- Kebijakan tersebut bertujuan menutup defisit anggaran.
- Tarif memicu persaingan global yang tidak sehat.
- Hubungan antar negara berubah dari kawan menjadi lawan.
- Indonesia perlu waspada dan cermat terhadap perkembangan global.
Sri Mulyani menekankan perlunya kewaspadaan dan analisis yang mendalam dalam menghadapi dampak kebijakan ekonomi AS yang berpotensi mengubah tatanan ekonomi global.