Pakar UGM Kritisi Strategi Pemberantasan Korupsi Prabowo: Belum Sentuh Akar Masalah

Kritik Pedas Pakar UGM Terhadap Strategi Anti-Korupsi Presiden Prabowo

Jakarta - Pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai strategi pemberantasan korupsi menuai kritik dari kalangan akademisi. Zaenur Rohman, seorang peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM), menilai bahwa pendekatan yang disampaikan Prabowo belum menyentuh akar permasalahan korupsi yang kompleks di Indonesia.

Kritik ini muncul setelah Zaenur menganalisis wawancara Prabowo dengan sejumlah jurnalis senior di kediamannya di Hambalang, Bogor, beberapa waktu lalu. Menurut Zaenur, jawaban-jawaban Prabowo dalam wawancara tersebut mengindikasikan bahwa presiden belum memiliki roadmap yang jelas dan komprehensif untuk memberantas korupsi selama masa jabatannya.

"Dari jawaban-jawabannya, saya melihat Presiden Prabowo tidak benar-benar paham akar masalah korupsi dan tidak punya rencana yang jelas bagaimana selama lima tahun pemerintahannya akan melakukan pemberantasan korupsi," tegas Zaenur, sebagaimana dilansir dari berbagai sumber.

Fokus yang Dipertanyakan

Zaenur menyoroti beberapa poin dalam pernyataan Prabowo yang dianggap kurang relevan dengan tantangan utama dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi. Salah satunya adalah rencana untuk menaikkan gaji dan menyediakan rumah dinas bagi para hakim sebagai upaya untuk mencegah suap. Menurut Zaenur, meskipun upaya tersebut baik, namun hal itu tidak secara langsung mengatasi akar masalah korupsi yang lebih dalam dan sistemik. Pemberian gaji tinggi dan rumah dinas belum tentu menjamin hakim akan bersih dari tindakan korupsi, jika sistem pengawasan dan penegakan hukum masih lemah.

Selain itu, Zaenur juga mengkritik keraguan Prabowo dalam mendukung pengesahan Undang-Undang (UU) Perampasan Aset. UU Perampasan Aset dinilai sebagai instrumen penting untuk memiskinkan koruptor dan mengembalikan aset negara yang dikorupsi. Kurangnya dukungan terhadap UU ini menunjukkan komitmen yang kurang kuat dalam memberantas korupsi secara tuntas.

Dorongan Prabowo kepada jaksa untuk mengajukan banding terhadap vonis ringan dalam kasus korupsi juga tidak luput dari sorotan. Meskipun upaya ini patut diapresiasi, namun Zaenur menilai bahwa hal itu hanya merupakan solusi jangka pendek yang tidak mengatasi masalah mendasar dalam sistem peradilan.

Urgensi Strategi Komprehensif

Zaenur menekankan pentingnya strategi pemberantasan korupsi yang komprehensif dan terintegrasi. Strategi tersebut harus mencakup berbagai aspek, mulai dari pencegahan, penindakan, hingga pemulihan aset negara. Selain itu, perlu adanya koordinasi yang kuat antar lembaga penegak hukum dan partisipasi aktif dari masyarakat sipil.

"Ini tentu cukup meresahkan. Karena apa yang disampaikan beliau sebagai langkah-langkah pemberantasan korupsi itu bukan merupakan jawaban atas permasalahan-permasalahan utama korupsi di Indonesia," pungkas Zaenur.

Berikut adalah poin-poin kritik Zaenur terhadap strategi pemberantasan korupsi Prabowo:

  • Pemahaman Akar Masalah: Prabowo dinilai belum sepenuhnya memahami akar masalah korupsi di Indonesia.
  • Roadmap yang Tidak Jelas: Tidak ada rencana yang jelas dan komprehensif untuk memberantas korupsi selama lima tahun masa jabatan.
  • Fokus yang Dipertanyakan: Rencana menaikkan gaji hakim dan menyediakan rumah dinas dianggap kurang relevan dengan tantangan utama.
  • Dukungan UU Perampasan Aset: Keraguan dalam mendukung pengesahan UU Perampasan Aset menunjukkan komitmen yang kurang kuat.
  • Solusi Jangka Pendek: Dorongan untuk mengajukan banding terhadap vonis ringan hanya merupakan solusi jangka pendek.

Dengan demikian, Zaenur mendesak Presiden Prabowo untuk segera menyusun strategi pemberantasan korupsi yang lebih komprehensif dan efektif, yang menyentuh akar permasalahan dan melibatkan seluruh elemen masyarakat.