Koalisi Sipil Desak DPR: Pembahasan RUU KUHAP Harus Transparan dan Berorientasi HAM
Koalisi Sipil Desak DPR: Pembahasan RUU KUHAP Harus Transparan dan Berorientasi HAM
Koalisi Masyarakat Sipil menyuarakan kekhawatiran mendalam terkait proses revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang tengah berlangsung di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Dalam pertemuan informal dengan Komisi III DPR RI, koalisi yang terdiri dari berbagai organisasi masyarakat sipil ini mendesak agar pembahasan RUU KUHAP dilakukan secara transparan, cermat, dan berorientasi pada perlindungan hak asasi manusia (HAM).
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, yang juga merupakan perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil, mengungkapkan bahwa proses revisi KUHAP selama ini terindikasi dilakukan secara tertutup dan tergesa-gesa. Hal ini menimbulkan kecurigaan dan kekhawatiran akan adanya potensi penyalahgunaan kekuasaan dalam proses penyidikan.
"Penting bahwa selama ini prosesnya (revisi KUHAP) kita lihat ada yang tidak baik," tegas Isnur usai pertemuan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (8/4/2025). Ia menambahkan bahwa draf RUU KUHAP yang beredar menimbulkan banyak pertanyaan dan berpotensi membuka celah bagi abuse of power oleh aparat penegak hukum.
Koalisi Masyarakat Sipil menekankan beberapa poin penting dalam revisi KUHAP:
- Transparansi dan Akuntabilitas: Setiap tahapan pembahasan RUU KUHAP harus dibuka kepada publik untuk memastikan bahwa aspirasi masyarakat didengar dan diakomodasi. Masyarakat berhak tahu apa yang sedang dibahas dan bagaimana keputusan diambil.
- Kehati-hatian dan Kecermatan: Pembahasan RUU KUHAP tidak boleh dilakukan secara terburu-buru. Setiap pasal harus dikaji secara mendalam dan komprehensif untuk menghindari dampak negatif terhadap hak-hak warga negara. Koalisi mendesak agar DPR tidak menargetkan penyelesaian RUU KUHAP dalam jangka waktu tertentu, seperti bulan Mei atau Juni, demi menjaga kualitas pembahasan.
- Orientasi HAM: Revisi KUHAP harus berlandaskan pada prinsip-prinsip HAM. Tujuannya adalah untuk menciptakan sistem hukum yang lebih adil, berkeadilan, dan melindungi hak-hak setiap individu, termasuk hak untuk tidak ditangkap secara sewenang-wenang, hak untuk tidak disiksa, dan hak untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi selama proses hukum.
- Fokus pada Komisi III: Koalisi menilai bahwa pembahasan RUU KUHAP sebaiknya tetap dilakukan di Komisi III DPR RI, yang memiliki kompetensi dan pengalaman dalam menangani isu-isu hukum dan HAM. Pembahasan di Badan Legislasi (Baleg) DPR dikhawatirkan akan mempercepat proses tanpa memperhatikan substansi dan implikasi RUU KUHAP.
Peneliti Amnesty International Indonesia, Nurina Savitri, menambahkan bahwa DPR seharusnya tidak terpaku pada timeline dalam merevisi KUHAP. Yang terpenting adalah memastikan bahwa revisi tersebut benar-benar menghasilkan sistem hukum yang lebih baik dan berperspektif HAM. "Harusnya acuannya itu bukan timeline, bukan masa sidang satu kali atau dua kali. Tapi bagaimana kemudian pasal-pasal di dalam undang-undang ini memang betul-betul melindungi," ujarnya.
Koalisi Masyarakat Sipil berharap agar DPR RI dapat mendengarkan aspirasi masyarakat dan menjadikan RUU KUHAP sebagai instrumen hukum yang benar-benar melindungi hak-hak warga negara. Proses revisi yang transparan, cermat, dan berorientasi HAM adalah kunci untuk mewujudkan sistem peradilan pidana yang lebih adil dan akuntabel.
Koalisi juga mengingatkan bahwa KUHAP merupakan bagian krusial dari sistem peradilan pidana yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Banyak kasus penangkapan yang salah, tindakan brutal aparat, penyiksaan, dan bahkan kematian dalam tahanan seringkali disebabkan oleh kelemahan dan celah dalam KUHAP. Revisi KUHAP harus mampu mengatasi masalah-masalah ini dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi masyarakat.