Masyarakat Sipil Serukan Kehati-hatian DPR dalam Pembahasan Revisi KUHAP

Koalisi Masyarakat Sipil Dorong Pembahasan RUU KUHAP yang Partisipatif dan Transparan

Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru-baru ini mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menyuarakan keprihatinan mereka terkait proses revisi RUU KUHAP yang sedang berlangsung. Pertemuan dengan Komisi III DPR RI ini bertujuan untuk menekankan pentingnya pembahasan yang komprehensif, partisipatif, dan transparan, serta menghindari tergesa-gesa dalam pengambilan keputusan.

Koalisi yang diwakili oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil, termasuk Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Indonesian Legal Resource Center (ILRC), mengingatkan Komisi III DPR RI untuk tidak terpaku pada target waktu tertentu dalam menyelesaikan revisi RUU KUHAP. Mereka menekankan bahwa kualitas dan substansi revisi jauh lebih penting daripada kecepatan penyelesaian.

Muhamad Isnur, Ketua YLBHI, menyatakan bahwa pembahasan RUU KUHAP harus dilakukan secara hati-hati dan melibatkan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan. Ia menyoroti pentingnya menampung aspirasi masyarakat luas agar revisi KUHAP benar-benar mencerminkan kebutuhan dan kepentingan publik.

"Kami ingatkan agar pembahasan tidak terburu-buru, perlahan-lahan, dan tidak seolah ditargetkan selesai misalnya bulan Mei atau bulan Juni. Harus menampung aspirasi seluruh kira-kira kehendak atau stakeholder dari masyarakat," ujar Isnur.

Lebih lanjut, Isnur mengungkapkan kekhawatiran terkait kemunculan draf revisi RUU KUHAP yang tidak melalui proses pembahasan secara terbuka. Ia menilai bahwa draf tersebut berpotensi membuka ruang penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum. Oleh karena itu, ia mendesak Komisi III DPR RI untuk membuka seluruh tahapan pembahasan kepada publik dan memastikan transparansi dalam proses revisi.

Kekhawatiran Terhadap Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan dalam Draf Revisi

Siti Aminah Tardi dari ILRC menambahkan bahwa Koalisi Masyarakat Sipil untuk pembaruan KUHAP telah aktif mengawal proses pembaruan hukum acara pidana sejak tahun 2007. Ia menekankan bahwa revisi KUHAP harus bertujuan untuk menciptakan aturan main yang baik bagi seluruh pihak yang terlibat dalam sistem peradilan pidana, termasuk aparat penegak hukum, tersangka, terdakwa, dan advokat.

"Jadi kami hadir di sini dan juga terus mengawal KUHAP karena memang kami memiliki kepentingan, agar kerja-kerja aparat penegak hukum, mulai dari penyelidik, penyidik, jaksa, penuntut umum, hakim, dan advokat juga pihak-pihak seperti tersangka, terdakwa, itu memiliki aturan main yang baik," kata Siti.

Koalisi Masyarakat Sipil berharap bahwa kritik dan masukan yang mereka sampaikan akan ditindaklanjuti secara serius oleh DPR. Mereka menginginkan agar RUU KUHAP yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan harapan masyarakat dan mengedepankan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM).

Siti Aminah Tardi juga menekankan pentingnya membangun sistem peradilan pidana yang berperspektif HAM dan keadilan. Ia menolak anggapan bahwa revisi KUHAP hanya merupakan proses politik yang dapat mengabaikan nilai-nilai ideal. Ia menegaskan bahwa tujuan utama revisi KUHAP adalah untuk memberikan layanan keadilan dan pemulihan kepada para pihak yang terlibat dalam perkara pidana.

Dengan demikian, Koalisi Masyarakat Sipil berharap agar DPR dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa revisi RUU KUHAP dilakukan secara transparan, partisipatif, dan berorientasi pada perlindungan hak asasi manusia. Mereka berkomitmen untuk terus mengawal proses revisi ini hingga menghasilkan KUHAP yang lebih baik dan adil bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Daftar Poin Penting yang Disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil:

  • Pembahasan RUU KUHAP tidak boleh tergesa-gesa dan harus mengutamakan kualitas substansi.
  • Proses pembahasan harus partisipatif dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
  • Draf revisi RUU KUHAP harus dibahas secara terbuka dan transparan.
  • Revisi KUHAP harus bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum.
  • KUHAP yang dihasilkan harus sesuai dengan harapan masyarakat dan mengedepankan prinsip-prinsip HAM.
  • Sistem peradilan pidana harus berperspektif HAM dan keadilan.