Penghapusan Honorer di Blora: Disdik Bantah Klaim Jumlah Terbanyak, Sekolah Andalkan Tenaga Relawan
Blora Tanpa Honorer: Kebijakan dan Dilema di Dunia Pendidikan
Pemerintah Kabupaten Blora telah mengambil langkah tegas dalam meniadakan tenaga honorer di lingkungan Dinas Pendidikan (Disdik). Kebijakan ini, yang efektif sejak Maret 2025, merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran (SE) tentang Penataan Pegawai Non-ASN. Disdik Blora sendiri membantah klaim bahwa instansinya memiliki jumlah tenaga honorer terbanyak sebelum kebijakan ini diterapkan.
Kepala Disdik Blora, Sunaryo, menegaskan bahwa pihaknya tidak lagi mendata keberadaan guru honorer, dan tanggung jawab terkait pemberhentian sepenuhnya berada di tangan masing-masing sekolah yang sebelumnya mempekerjakan mereka. "Kami sudah mewanti-wanti untuk tidak mengangkat lagi," ujarnya.
Dampak di Tingkat Sekolah
Keputusan ini langsung dirasakan di tingkat sekolah. Kepala SMPN 1 Blora, Ainur Rofiq, mengonfirmasi bahwa dua guru honorer di sekolahnya telah diberhentikan sesuai instruksi. Senada dengan itu, Kepala SDN Kedungjenar, Maskaryana, menyatakan bahwa tidak ada lagi guru honorer di sekolahnya, namun mengakui adanya penggantian istilah menjadi "tenaga relawan".
Dilema Tenaga Relawan
Penggunaan tenaga relawan menimbulkan dilema tersendiri. Meskipun kebutuhan akan tenaga pengajar tetap tinggi, terutama untuk mata pelajaran seperti olahraga yang kekurangan guru, tenaga relawan tidak mendapatkan honor karena tidak terdaftar dalam data pokok pendidikan (dapodik). "Namanya saja relawan kan enggak bisa dianggarkan lewat BOS, tidak punya dapodik," jelas Maskaryana. Situasi ini menempatkan sekolah dalam posisi sulit, di satu sisi membutuhkan tenaga tambahan, namun di sisi lain tidak dapat memberikan kompensasi yang layak.
UU ASN dan Nasib Tenaga Honorer
Penghapusan tenaga honorer di Blora merupakan konsekuensi dari Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang aparatur sipil negara (UU ASN). UU ini hanya mengakui dua kategori ASN, yaitu pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerjasama (PPPK), sehingga tenaga honorer tidak lagi memiliki landasan hukum untuk bekerja di lingkungan pemerintahan.
Wakil Ketua DPRD Blora, Siswanto, sebelumnya mengungkapkan kekhawatiran atas nasib ratusan guru honorer yang terancam PHK akibat penerapan UU ASN. Ia menyayangkan belum adanya solusi konkret dari pemerintah daerah untuk mengatasi masalah ini. "Kalau enggak ada solusi tentunya mereka awalnya mengajar atau ngabdi, tapi kemudian tidak mengajar, nah ini sama dengan mem-PHK orang," ujarnya.
Kebijakan penghapusan tenaga honorer di Blora menjadi contoh nyata dari implikasi UU ASN terhadap tenaga non-ASN. Meskipun bertujuan untuk menata sistem kepegawaian, kebijakan ini juga menimbulkan tantangan baru, terutama dalam memenuhi kebutuhan tenaga pengajar di daerah dan memberikan solusi bagi tenaga honorer yang kehilangan pekerjaan.
Berikut point penting dalam berita ini:
- Penghapusan tenaga honorer di Blora sejak Maret 2025.
- Kebijakan ini didasarkan pada Surat Edaran (SE) tentang Penataan Pegawai Non-ASN.
- Disdik Blora membantah klaim memiliki tenaga honorer terbanyak.
- Sekolah mengganti istilah guru honorer dengan "tenaga relawan" namun tanpa honor.
- Penghapusan honorer dampak dari UU ASN yang hanya mengakui PNS dan PPPK.
- DPRD Blora khawatirkan nasib guru honorer yang terancam PHK.