Polemik Pemotongan Kompensasi Sopir Angkot Bogor: Dedi Mulyadi Serahkan Penyelidikan ke Polres

Penyelidikan Dugaan Pemotongan Kompensasi Sopir Angkot Bogor Terus Bergulir

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa proses hukum terkait dugaan pemotongan dana kompensasi bagi sopir angkutan kota (angkot) di Kabupaten Bogor masih terus berjalan. Penegasan ini disampaikan di Gedung Sate, Bandung, pada Selasa (8/4/2025), di tengah sorotan publik terhadap kasus yang merugikan para pengemudi angkot.

Fokus utama saat ini adalah pada penyelidikan mendalam oleh Polres Bogor untuk mengungkap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas praktik pemotongan tersebut. Dedi Mulyadi menekankan bahwa kejelasan mengenai dalang di balik insiden ini krusial untuk menghindari saling tuding dan menciptakan transparansi.

"Pemeriksaan Polres Bogor terus berjalan agar dipastikan siapa sih sebenarnya yang memungut itu atau yang meminta itu? Sehingga tidak terjadi saling tuduh menuduh," ujar Dedi Mulyadi.

Penyelidikan Mendalam dan Klarifikasi Pihak Terkait

Dalam upaya mengungkap kebenaran, Dedi Mulyadi mengungkapkan bahwa dirinya telah melakukan pertemuan dan meminta keterangan dari berbagai pihak terkait, termasuk para sopir angkot yang menjadi korban dan Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bogor. Namun, berdasarkan keterangan sementara, baik Dishub maupun para sopir angkot menyatakan tidak terlibat dalam proses pemotongan dana kompensasi.

Dedi Mulyadi menyoroti keterangan dari Kabid Dishub Kabupaten Bogor, Dadang, yang menyatakan tidak menerima dana tersebut, serta pernyataan dari pihak yang memberikan dana yang juga membantah telah melakukan pemberian. Meskipun demikian, Dedi Mulyadi menekankan pentingnya verifikasi lebih lanjut melalui penyelidikan oleh aparat penegak hukum.

"Dan misalnya Pak Dadang Kabidnya (Dishub Kabupaten Bogor) benar dan sudah menyatakan tidak menerima. Dan yang memberi pun menyatakan tidak memberi, ya sudah berarti dia benar," katanya.

Menjaga Transparansi dan Menghindari Spekulasi

Dedi Mulyadi menyadari bahwa isu ini telah menjadi perbincangan hangat di media sosial, di mana kebenaran seringkali bersifat subjektif dan dipengaruhi oleh opini publik. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya memisahkan antara kebenaran yang berkembang di media sosial dengan kebenaran faktual yang akan diungkap melalui proses hukum.

"Nanti itu kan kebenaran yang bersifat sosial, karena di media sosial saya. Tetapi kebenaran faktual hukumnya biarkan Polres yang membuktikan," pungkasnya.

Dengan menyerahkan sepenuhnya proses penyelidikan kepada Polres Bogor, Dedi Mulyadi berharap kebenaran yang objektif dapat terungkap dan keadilan dapat ditegakkan bagi para sopir angkot yang dirugikan. Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut hak-hak pekerja sektor transportasi dan transparansi dalam penyaluran bantuan pemerintah.

Latar Belakang Kasus

Kasus ini mencuat setelah sejumlah sopir angkot di Kabupaten Bogor mengeluhkan adanya permintaan uang sebesar Rp 200.000 per orang dari dana kompensasi yang seharusnya mereka terima. Dana kompensasi tersebut merupakan pengganti pendapatan mereka selama masa pembatasan operasional saat arus mudik dan balik Lebaran 1446 Hijriah. Para sopir terpaksa tidak dapat beroperasi selama periode tersebut. Pemprov Jabar memberikan kompensasi sebagai bentuk dukungan finansial.

Berikut adalah poin-poin penting terkait kasus ini:

  • Dugaan Pemotongan Dana: Sopir angkot di Kabupaten Bogor diduga mengalami pemotongan dana kompensasi sebesar Rp 200.000 per orang.
  • Kompensasi Lebaran: Dana kompensasi diberikan sebagai ganti rugi karena sopir angkot tidak dapat beroperasi selama arus mudik dan balik Lebaran 1446 Hijriah.
  • Penyelidikan Polres Bogor: Polres Bogor tengah melakukan penyelidikan untuk mengungkap pihak yang bertanggung jawab atas pemotongan dana tersebut.
  • Keterlibatan Dishub: Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor membantah terlibat dalam pemotongan dana kompensasi.
  • Harapan Keadilan: Dedi Mulyadi berharap penyelidikan dapat mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi para sopir angkot yang dirugikan.

Kasus ini menjadi pelajaran penting mengenai pentingnya pengawasan dan transparansi dalam penyaluran bantuan pemerintah agar tepat sasaran dan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.